Tersedia berbagai upaya hukum dan mekanisme bagi pihak-pihak yang berkepentingan (baik pejabat pemerintahan maupun masyarakat) untuk mempersoalkan atau mencari penyelesaian atas dugaan penyalahgunaan wewenang.
A.
Peran Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)
PTUN memegang peranan sentral
dalam sistem penyelesaian sengketa administrasi di Indonesia. Lembaga peradilan
ini dibentuk khusus untuk memberikan perlindungan hukum terhadap hak-hak
individu/badan hukum perdata dari tindakan pemerintahan yang dianggap melanggar
hukum. Kewenangan utama PTUN adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan
sengketa TUN, yaitu sengketa yang timbul akibat dikeluarkannya Keputusan Tata
Usaha Negara (KTUN).
Dengan berlakunya UUAP,
kewenangan PTUN mengalami perluasan, tidak hanya menguji KTUN tetapi juga
tindakan faktual pemerintah. Secara khusus terkait penyalahgunaan wewenang,
PTUN diberikan kewenangan atributif melalui Pasal 21 UUAP untuk menerima,
memeriksa, dan memutus permohonan penilaian ada atau tidaknya unsur
penyalahgunaan wewenang dalam keputusan dan/atau tindakan pejabat pemerintahan.
Kewenangan ini bersifat khusus
dan berbeda dari mekanisme gugatan biasa. Putusan PTUN dalam sengketa
administrasi, termasuk terkait penyalahgunaan wewenang, dapat berupa pembatalan
atau pernyataan tidak sahnya KTUN/Tindakan yang disengketakan.
B.
Prosedur Khusus Penilaian Unsur Penyalahgunaan Wewenang (UUAP Pasal 21 &
PERMA 4/2015)
Mekanisme yang diatur dalam
Pasal 21 UUAP jo. PERMA No. 4 Tahun 2015 merupakan prosedur khusus yang
memiliki karakteristik tersendiri:
- Pemohon: Yang dapat
mengajukan permohonan ini bukanlah warga masyarakat, melainkan
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (termasuk mantan pejabat) yang merasa
kepentingannya dirugikan oleh kesimpulan hasil pengawasan APIP yang
menyatakan adanya unsur penyalahgunaan wewenang dalam
keputusan/tindakannya.
- Syarat Pengajuan:
Permohonan hanya dapat diajukan (1) setelah adanya hasil pengawasan APIP
yang menyimpulkan adanya kesalahan administratif yang menimbulkan kerugian
keuangan negara karena penyalahgunaan wewenang, dan (2) diajukan sebelum
adanya proses pidana terhadap pejabat/kasus yang sama.
- Objek Permohonan:
Yang dimohonkan untuk dinilai oleh PTUN adalah Keputusan dan/atau Tindakan
Pejabat Pemerintahan yang menjadi subjek hasil pengawasan APIP tersebut.
- Proses Pemeriksaan:
Permohonan diajukan ke PTUN yang berwenang berdasarkan tempat kedudukan
pejabat yang keputusannya/tindakannya dinilai (kompetensi relatif).
Pemeriksaan dilakukan oleh Majelis Hakim tanpa melalui proses dismissal
atau pemeriksaan persiapan, dan bersifat cepat (speedy trial),
dengan batas waktu pemutusan paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja
sejak sidang pertama. Pembuktian menggunakan alat bukti yang lazim dalam
hukum acara, termasuk bukti elektronik.
- Putusan: Amar putusan
dapat berupa: (a) Mengabulkan permohonan (menyatakan tidak ada unsur
penyalahgunaan wewenang jika pemohon adalah Pejabat; atau menyatakan ada
unsur penyalahgunaan wewenang dan menyatakan batal/tidak sah
keputusan/tindakan jika pemohon adalah Badan Pemerintahan), (b) Menolak
permohonan, (c) Menyatakan permohonan tidak dapat diterima (NO), atau (d)
Menyatakan permohonan gugur. Jika dikabulkan dan pemohon (pejabat) telah
mengembalikan kerugian negara, PTUN dapat memerintahkan negara mengembalikan
uang tersebut.
- Upaya Hukum:
Terhadap putusan PTUN dalam perkara permohonan ini dapat diajukan upaya
hukum banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) dalam
tenggang waktu 14 (empat belas) hari kerja. Putusan PTTUN bersifat final
dan mengikat, artinya tidak dapat diajukan kasasi atau peninjauan kembali
ke Mahkamah Agung.
C.
Peran Ombudsman Republik Indonesia
Ombudsman RI berperan sebagai
lembaga negara independen yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pelayanan
publik. Salah satu bentuk pengawasan adalah menerima, memeriksa, dan
menindaklanjuti laporan dari masyarakat atas dugaan maladministrasi.
Maladministrasi ini mencakup berbagai bentuk perilaku atau perbuatan melawan
hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain
(penyalahgunaan wewenang), kelalaian, pengabaian kewajiban hukum, tindakan
diskriminatif, dan lain-lain dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Masyarakat dapat menyampaikan
laporan kepada Ombudsman melalui berbagai cara, baik datang langsung maupun
tidak langsung (telepon, surat, email, website Ombudsman, aplikasi LAPOR!
SP4N). Laporan akan diverifikasi untuk memastikan memenuhi syarat formil (identitas
pelapor jelas, uraian peristiwa, belum lewat 2 tahun sejak peristiwa terjadi)
dan materiel (terkait pelayanan publik dan kewenangan Ombudsman).
Jika laporan memenuhi syarat,
Ombudsman akan melakukan pemeriksaan substansi, yang dapat melibatkan
permintaan keterangan/klarifikasi tertulis maupun lisan, pemeriksaan dokumen,
pemanggilan paksa terhadap terlapor atau saksi (dengan bantuan Kepolisian jika
diperlukan), hingga pemeriksaan lapangan.
Penyelesaian laporan oleh
Ombudsman dapat melalui beberapa cara :
- Mediasi atau Konsiliasi:
Jika para pihak (pelapor dan terlapor) sepakat, Ombudsman dapat
memfasilitasi penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi untuk mencapai
kesepakatan.
- Rekomendasi:
Jika ditemukan adanya maladministrasi dan tidak tercapai kesepakatan,
Ombudsman akan mengeluarkan Rekomendasi yang berisi kesimpulan hasil
pemeriksaan dan saran tindakan perbaikan yang wajib dilaksanakan oleh
instansi terlapor atau atasannya. Rekomendasi ini bersifat mengikat secara
moral dan administratif. Jika rekomendasi tidak dilaksanakan, Ombudsman
memiliki mekanisme eskalasi, yaitu melaporkan kepada atasan terlapor,
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Presiden, serta dapat mempublikasikan
ketidakpatuhan tersebut.
D.
Upaya Hukum Masyarakat
Masyarakat yang merasa
dirugikan oleh tindakan atau keputusan pejabat pemerintahan yang diduga
mengandung penyalahgunaan wewenang memiliki beberapa jalur upaya hukum:
- Upaya Administratif:
Jika peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar keputusan/tindakan
tersebut menyediakannya, masyarakat wajib menempuh upaya administratif
terlebih dahulu sebelum ke PTUN. Upaya administratif ini bisa berupa
Keberatan (diajukan kepada pejabat yang mengeluarkan keputusan/tindakan)
atau Banding Administratif (diajukan kepada instansi atasan atau instansi
lain yang ditunjuk). Banyak perkara di PTUN berasal dari upaya administratif
yang tidak ditanggapi atau tidak diselesaikan oleh pejabat.
- Gugatan ke PTUN:
Jika upaya administratif tidak tersedia, atau jika hasil upaya
administratif tidak memuaskan, masyarakat (perorangan atau badan hukum
perdata) dapat mengajukan gugatan ke PTUN. Objek gugatan adalah KTUN
atau tindakan faktual pejabat yang dianggap merugikan. Tuntutan utama
dalam gugatan PTUN adalah agar KTUN/Tindakan tersebut dinyatakan batal
atau tidak sah. Gugatan ini berbeda dengan mekanisme permohonan khusus
Pasal 21 UUAP yang hanya bisa diajukan oleh pejabat/badan pemerintahan.
- Laporan Pidana ke APH: Jika
masyarakat menduga bahwa penyalahgunaan wewenang yang terjadi mengandung
unsur niat jahat dan merugikan keuangan negara sehingga memenuhi
kualifikasi tindak pidana korupsi, mereka dapat melaporkannya kepada
Aparat Penegak Hukum (Kepolisian, Kejaksaan, atau KPK).
- Pengaduan ke Ombudsman:
Masyarakat dapat melaporkan dugaan maladministrasi, termasuk
penyalahgunaan wewenang dalam konteks pelayanan publik, kepada Ombudsman
RI melalui mekanisme yang telah dijelaskan di atas.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Tersedia berbagai mekanisme
penyelesaian: (a) Pengawasan internal oleh APIP; (b) Permohonan penilaian unsur
penyalahgunaan wewenang oleh pejabat ke PTUN (setelah hasil APIP & sebelum
proses pidana); (c) Gugatan oleh masyarakat ke PTUN (setelah/tanpa upaya
administratif); (d) Pengaduan maladministrasi oleh masyarakat ke Ombudsman; (e)
Laporan pidana oleh masyarakat/APIP/APH ke aparat penegak hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar