1. Pendahuluan
Sistem hukum Indonesia
dibangun di atas berbagai pilar, di antaranya adalah hukum pidana, hukum
administrasi negara, dan hukum pajak. Ketiga bidang hukum ini memiliki peran
yang fundamental dalam menjaga ketertiban masyarakat, mengatur penyelenggaraan
negara, dan memelihara stabilitas ekonomi bangsa. Hukum pidana berfungsi
sebagai instrumen terakhir (ultimum remedium) untuk menindak pelanggaran
yang mengancam kepentingan umum dan ketertiban sosial.
Hukum administrasi negara
hadir sebagai kerangka kerja yang mengatur tindakan dan operasi aparatur negara
dalam menjalankan kebijakan publik serta dalam hubungannya dengan warga negara.
Sementara itu, hukum pajak, yang sering dianggap sebagai bagian dari hukum
administrasi negara, secara spesifik mengatur mengenai kewajiban warga negara
dan badan hukum untuk berkontribusi pada pembiayaan negara melalui pembayaran
pajak.
Pemahaman yang komprehensif
mengenai ketiga bidang hukum ini beserta keterkaitannya menjadi semakin penting
dalam menghadapi kompleksitas permasalahan hukum di Indonesia. Seringkali,
suatu permasalahan hukum tidak dapat dianalisis secara utuh hanya dari satu
perspektif bidang hukum saja, melainkan memerlukan pemahaman yang mendalam
mengenai bagaimana ketiga bidang ini berinteraksi dan saling memengaruhi.
Tuuab ini bertujuan untuk
melakukan perbandingan yang mendalam antara hukum pidana, hukum administrasi
negara, dan hukum pajak dalam sistem hukum Indonesia. Perbandingan ini akan
mencakup definisi, ruang lingkup, prinsip-prinsip mendasar, jenis-jenis
pelanggaran dan sanksi, serta bagaimana ketiga bidang hukum ini saling
berhubungan dan berkontribusi pada penegakan hukum dan ketertiban di Indonesia.
Perlu dicatat bahwa dalam studi hukum administrasi negara, terdapat variasi
dalam terminologi, seperti penggunaan istilah "hukum administrasi,"
"hukum tata usaha negara," atau "hukum tata pemerintahan"
untuk merujuk pada konsep yang sama. Hal ini menunjukkan adanya potensi
kompleksitas dalam interpretasi dan penerapan hukum administrasi negara yang
perlu diperhatikan.
2. Definisi Bidang-Bidang
Hukum
2.1. Hukum Pidana Indonesia
Hukum pidana Indonesia,
sebagaimana didefinisikan oleh berbagai ahli hukum, pada intinya merupakan
ketentuan yang mengatur tindakan-tindakan yang dilarang dan disertai dengan
ancaman atau sanksi berupa pidana bagi pelanggarnya. Hukum ini menentukan perbuatan
mana yang tidak boleh dilakukan, kapan dan dalam hal apa pidana dapat
dikenakan, serta bagaimana pengenaan pidana tersebut dilaksanakan. Beberapa
ahli seperti Moeljatno mendefinisikan hukum pidana sebagai bagian dari
keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan
mengatur ketentuan tentang perbuatan yang tidak boleh dilakukan dan dilarang,
disertai ancaman pidana. C.S.T. Kansil menyatakan bahwa hukum pidana mengatur
tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan
umum, yang diancam dengan hukuman berupa penderitaan atau siksaan. Dari
berbagai definisi ini, dapat disimpulkan bahwa hukum pidana bertujuan untuk
melindungi kepentingan umum dan menjaga ketertiban masyarakat dengan menetapkan
batasan perilaku yang tidak dapat diterima dan memberikan konsekuensi bagi
pelanggarnya.
Sifat hukum pidana sebagai
bagian dari hukum publik menunjukkan bahwa ia mengatur hubungan antara individu
dengan negara. Selain itu, hukum pidana memiliki karakteristik sebagai upaya
terakhir (ultimum remedium) dalam penegakan hukum, yang berarti ia
digunakan ketika upaya-upaya lain seperti penyelesaian secara damai telah
ditempuh dan tidak berhasil. Hukum pidana juga terdiri dari dua aspek utama,
yaitu hukum pidana materiil (substantif) yang merumuskan
perbuatan-perbuatan pidana dan ancaman hukumannya , serta hukum pidana
formil (prosedural) yang mengatur tata cara pelaksanaan hak negara untuk
mengenakan pidana. Perbedaan antara hukum pidana dan hukum perdata terletak
pada fokus perlindungan kepentingan, di mana hukum pidana melindungi
kepentingan umum, sedangkan hukum perdata melindungi kepentingan pribadi atau
privat.
2.2. Hukum Administrasi Negara
Indonesia
Hukum administrasi negara
(HAN) adalah cabang ilmu hukum yang mempelajari kegiatan administrasi suatu
negara. Hukum ini mengatur tentang aparatur pemerintah dalam melakukan
tugas-tugas negara untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Berbagai ahli
hukum telah memberikan definisi mengenai hukum administrasi negara. Oppenheim
mendefinisikannya sebagai seperangkat ketentuan yang mengikat suatu badan, baik
atasan maupun bawahan, baik badan tersebut menjalankan kewenangan yang
diberikan oleh hukum tata negara atau tidak. E Utrecht menyatakan bahwa
hukum administrasi negara menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan agar
memungkinkan para pejabat pemerintahan negara melakukan tugas mereka secara
khusus. Prajudi Atmosudirdjo merumuskan hukum administrasi negara
sebagai hukum mengenai penyelenggaraan dan pengendalian kekuasaan pemerintahan
atau pengawasan badan-badan pemerintahan. Dari berbagai definisi ini, dapat
disimpulkan bahwa hukum administrasi negara mengatur aktivitas administrasi
negara, hubungan hukum antara pemerintah dan warga negara, serta organisasi dan
fungsi lembaga-lembaga negara dalam menjalankan kekuasaannya.
Sebagai bagian dari hukum
publik yang diturunkan dari hukum tata negara , hukum administrasi negara
sering disebut sebagai "hukum dalam keadaan bergerak" (staats in
beveging) yang melaksanakan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh hukum
tata negara. Tujuan utama hukum administrasi negara adalah untuk mengelola
negara dalam memenuhi kebutuhan kesejahteraan masyarakat, menjamin kepastian
hukum, mencegah tindakan sewenang-wenang oleh pemerintah, dan melindungi warga
negara dari tindakan pemerintah yang tidak sah. Prinsip-prinsip tata kelola
pemerintahan yang baik (good governance) seperti transparansi,
akuntabilitas, dan keadilan juga menjadi landasan penting dalam hukum
administrasi negara.
2.3. Hukum Pajak Indonesia
Hukum pajak merupakan
aturan-aturan hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban wajib pajak serta
tata cara pengenaan dan pungutan pajak. Pajak didefinisikan sebagai kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan undang-undang serta tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum penyelenggaraan
pemerintahan. Hukum pajak adalah bagian dari hukum publik dan seringkali
dianggap sebagai bagian dari hukum administrasi negara karena mengatur hubungan
antara negara dan warga negara atau badan hukum yang wajib membayar pajak.
Sifat hukum pajak yang imperative berarti bahwa pelaksanaan pemungutan
pajak tidak dapat ditunda.
Berbagai ahli telah
mendefinisikan hukum pajak. Santoso Brotodihardjo menyatakan bahwa hukum
pajak adalah aturan-aturan yang meliputi wewenang atau hak pemerintah dalam
mengambil kekayaan seseorang dan memberikannya kembali ke masyarakat melalui
kas negara. Erly Suandy juga mengungkapkan bahwa hukum pajak atau hukum
fiskal merupakan bagian dari hukum publik yang mengatur hubungan antara rakyat
selaku wajib pajak dengan penguasa atau pemerintah selaku pemungut pajak.
Tujuan utama hukum pajak
adalah untuk mengumpulkan pendapatan negara yang akan digunakan untuk membiayai
berbagai kegiatan pemerintahan dan pembangunan. Selain itu, hukum pajak juga
berfungsi sebagai instrumen kebijakan fiskal untuk mencapai tujuan-tujuan
ekonomi tertentu. Hukum pajak terdiri dari hukum pajak materiil yang mengatur
objek, subjek, dan tarif pajak, serta hukum pajak formil yang mengatur tata
cara pelaksanaan hukum pajak materiil.
3. Ruang Lingkup Bidang-Bidang
Hukum
3.1. Ruang Lingkup Hukum
Pidana Indonesia
Ruang lingkup hukum pidana
Indonesia mencakup dua aspek utama, yaitu hukum pidana materiil dan hukum
pidana formil. Hukum pidana materiil (ius poenale) memuat
peraturan-peraturan yang merumuskan peristiwa pidana dan ancaman hukumannya.
Sumber utama hukum pidana materiil adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) yang terdiri dari tiga buku: Ketentuan Umum, Kejahatan, dan Pelanggaran.
Selain KUHP, terdapat juga berbagai undang-undang khusus di luar KUHP yang
mengatur tindak pidana tertentu, seperti Undang-Undang Anti Korupsi,
Undang-Undang Narkotika, Undang-Undang Terorisme, dan Undang-Undang Informasi
dan Transaksi Elektronik (ITE).
Hukum pidana formil (ius
poeniendi) mengatur hak negara untuk menghukum seseorang yang melakukan
peristiwa pidana, termasuk tata cara dan proses pelaksanaan penguasa dalam
menindak warga yang didakwa. Hukum acara pidana ini terutama diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Selain pembagian berdasarkan
materiil dan formil, hukum pidana juga dibedakan menjadi hukum pidana umum
yang berlaku bagi setiap individu dan hukum pidana khusus yang ditujukan
untuk orang-orang tertentu atau mengatur perbuatan-perbuatan tertentu, seperti
hukum pidana militer atau hukum pidana korupsi. Ruang lingkup berlakunya hukum
pidana juga ditentukan oleh waktu dan tempat terjadinya tindak pidana, yang
diatur melalui asas legalitas, asas teritorial, asas nasional aktif, dan asas
nasional pasif.
3.2. Ruang Lingkup Hukum
Administrasi Negara Indonesia
Ruang lingkup hukum
administrasi negara sangat luas dan berkaitan erat dengan tugas dan wewenang
lembaga negara baik di tingkat pusat maupun daerah, hubungan kekuasaan antar
lembaga negara, serta hubungan antara lembaga negara dengan warga negara.
Beberapa ahli seperti Prajudi Atmosudirdjo mengemukakan bahwa ruang lingkup
hukum administrasi negara meliputi hukum tentang dasar-dasar dan
prinsip-prinsip umum administrasi negara, hukum tentang organisasi negara,
hukum tentang aktivitas-aktivitas administrasi negara yang bersifat yuridis,
hukum tentang sarana-sarana administrasi negara (terutama mengenai kepegawaian
negara dan keuangan negara), hukum administrasi pemerintah daerah dan wilayah,
serta hukum tentang peradilan administrasi negara.
Secara lebih spesifik, ruang
lingkup ini mencakup hukum tata pemerintahan, hukum tata keuangan (termasuk
hukum pajak), hukum hubungan luar negeri, serta hukum pertahanan dan keamanan
umum. Hukum administrasi negara mengatur berbagai aspek seperti prosedur
administratif, pembuatan keputusan administratif, perizinan, regulasi
lingkungan, standar keamanan, dan pelayanan publik. Subjek hukum administrasi
negara meliputi pegawai negeri, jabatan, dan negara itu sendiri.
3.3. Ruang Lingkup Hukum Pajak
Indonesia
Ruang lingkup hukum pajak
Indonesia mencakup berbagai jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
daerah. Pajak pusat meliputi Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan
Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB). Pajak daerah meliputi berbagai jenis pajak yang
ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Hukum pajak mengatur hak dan kewajiban wajib pajak, termasuk tata cara
pendaftaran, pelaporan, dan pembayaran pajak. Ruang lingkupnya juga mencakup
penentuan objek dan subjek pajak, tarif pajak, serta ketentuan mengenai timbul
dan hapusnya utang pajak.
Selain aspek materiil, hukum
pajak juga memiliki aspek formil yang mengatur prosedur pelaksanaan hukum pajak
materiil, seperti tata cara penetapan jumlah utang pajak, hak dan kewajiban
fiskus dan wajib pajak, serta prosedur pengajuan keberatan dan banding. Ruang
lingkup hukum pajak juga mencakup upaya hukum yang dapat ditempuh oleh wajib
pajak jika merasa tidak puas dengan penetapan pajak, seperti keberatan,
gugatan, banding, dan peninjauan kembali. Prinsip-prinsip pengenaan pajak di
Indonesia didasarkan pada asas domisili, asas kebangsaan, dan asas sumber.
4. Prinsip-Prinsip Utama
4.1. Prinsip-Prinsip Utama
Hukum Pidana Indonesia
Beberapa prinsip utama yang
mendasari hukum pidana Indonesia meliputi:
- Asas Legalitas:
Prinsip ini menegaskan bahwa suatu tindakan hanya dapat dihukum jika
tindakan tersebut telah secara jelas diatur sebagai perbuatan pidana dalam
perundang-undangan yang berlaku sebelum tindakan dilakukan. Tidak ada
pidana tanpa undang-undang sebelumnya (nullum crimen, nulla poena sine
praevia lege poenali). Asas ini melarang pemberlakuan hukum pidana
secara surut dan penggunaan analogi untuk menentukan adanya tindak pidana.
- Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan:
Prinsip ini menyatakan bahwa seseorang tidak dapat dipidana jika tidak ada
kesalahan atau niat jahat (mens rea) dalam dirinya saat melakukan
perbuatan pidana tersebut. Untuk menjatuhkan pidana, harus ada unsur
perbuatan (actus reus) dan unsur kesalahan.
- Asas Praduga Tak Bersalah:
Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan
di muka sidang pengadilan dianggap tidak bersalah sampai dinyatakan
bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap. Beban pembuktian terletak pada penuntut umum.
- Asas Teritorial: Ketentuan
pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang
melakukan perbuatan pidana di wilayah Indonesia.
- Asas Nasional Aktif (Personalitas):
Ketentuan hukum pidana Indonesia dapat berlaku bagi warga negara Indonesia
yang melakukan tindak pidana di luar wilayah negara Indonesia.
- Asas Nasional Pasif:
Ketentuan hukum pidana Indonesia dapat berlaku bagi semua tindak pidana
yang merugikan kepentingan negara, meskipun tindak pidana tersebut
dilakukan di luar wilayah Indonesia.
- Prinsip-prinsip lain seperti asas kesamaan
di hadapan hukum dan asas ne bis in idem (tidak dituntut dua kali
untuk tindak pidana yang sama) juga mendasari hukum pidana Indonesia.
4.2. Prinsip-Prinsip Utama
Hukum Administrasi Negara Indonesia
Prinsip-prinsip utama yang
mendasari hukum administrasi negara Indonesia meliputi:
- Asas Legalitas (Yuridikitas):
Setiap tindakan pejabat administrasi negara harus memiliki dasar hukum
yang jelas dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemerintah tunduk pada undang-undang (dat het bestuur aan de wet is
onderworpen).
- Asas Perlindungan Terhadap Hak Asasi
Manusia: Penyelenggara administrasi pemerintahan
tidak boleh melanggar hak-hak dasar warga masyarakat yang dijamin dalam
UUD 1945.
- Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik
(AAUPB): Prinsip-prinsip yang menjadi dasar dan
tata cara dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik, meliputi asas
kepastian hukum, kemanfaatan, ketidakberpihakan, kecermatan, tidak
menyalahgunakan kewenangan, keterbukaan, kepentingan umum, pelayanan yang
baik, keseimbangan, kesamaan dalam mengambil keputusan, motivasi untuk
setiap keputusan, permainan yang layak (fair play), keadilan dan
kewajaran, kepercayaan dan menanggapi pengharapan yang wajar, meniadakan
akibat suatu keputusan yang batal, perlindungan atas pandangan atau cara
hidup pribadi, dan kebijaksanaan (diskresi).
- Prinsip-prinsip lain seperti prinsip
kedaulatan hukum, prinsip pembagian kekuasaan, prinsip keterbukaan dan
akuntabilitas, prinsip proporsionalitas, prinsip efisiensi, dan prinsip
pelayanan publik juga menjadi landasan penting.
4.3. Prinsip-Prinsip Utama
Hukum Pajak Indonesia
Prinsip-prinsip utama yang
mendasari hukum pajak Indonesia meliputi:
- Prinsip Keadilan atau Keseimbangan
(Equity): Pemungutan pajak harus sesuai dengan
kemampuan wajib pajak dan tingkat penghasilan yang diperolehnya, sehingga
tercipta keadilan dan tidak diskriminatif. Ini mencakup keadilan
horizontal (wajib pajak dengan kondisi sama dikenakan pajak sama) dan
keadilan vertikal (wajib pajak dengan kemampuan berbeda dikenakan pajak
berbeda).
- Prinsip Kepastian Hukum (Certainty):
Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang yang jelas, tegas, dan
tidak mengandung arti ganda, sehingga memberikan kepastian hukum bagi
wajib pajak.
- Prinsip Kelayakan atau Kecocokan
(Convenience): Pajak hendaknya dipungut pada saat yang
tepat bagi wajib pajak, misalnya saat menerima penghasilan, dan dengan
cara yang tidak memberatkan.
- Prinsip Ekonomi atau Efisiensi (Economy or
Efficiency): Biaya pemungutan pajak harus diusahakan
sekecil mungkin dibandingkan dengan hasil pemungutan pajak, dan objek
pajak yang ditentukan harus tepat dan sesuai.
- Prinsip-prinsip lain seperti asas
kemampuan membayar, asas manfaat, asas kesejahteraan, asas kesamaan, asas
beban yang sekecil-kecilnya, serta asas pengenaan pajak berdasarkan
domisili, sumber, dan kebangsaan juga relevan dalam hukum pajak Indonesia.
5. Perbandingan Jenis
Pelanggaran dan Sanksi
Legal
Domain |
Jenis
Pelanggaran |
Jenis
Sanksi |
Contoh
Sanksi |
Hukum Pidana |
Kejahatan (Pembunuhan, Pencurian, Korupsi), Pelanggaran (Pelanggaran
Lalu Lintas) |
Pidana Pokok, Pidana Tambahan, Pidana Khusus |
Hukuman Mati, Penjara, Kurungan, Denda, Pencabutan Hak
Tertentu, Perampasan Barang |
Hukum Administrasi Negara |
Pelanggaran Peraturan Administrasi, Pelanggaran Izin, Penyalahgunaan
Wewenang |
Denda Administratif, Peringatan Tertulis, Penghentian
Sementara Kegiatan, Penutupan Lokasi, Pencabutan/Pembatalan Izin, Paksaan
Pemerintah (Bestuursdwang), Uang Paksa (Dwangsom), Penarikan
Kembali Keputusan yang Menguntungkan |
Pembongkaran Bangunan Ilegal, Penghentian Operasi Usaha
yang Melanggar Izin, Pembayaran Denda karena Keterlambatan Laporan |
Hukum Pajak |
Keterlambatan Pelaporan/Pembayaran, Kurang Bayar Pajak,
Tidak Melaporkan Pajak , Menyalahgunakan NPWP, Menggunakan Dokumen Palsum Penggelapan
Pajak |
Sanksi Administratif (Denda, Bunga, Kenaikan), Sanksi
Pidana (Kurungan, Penjara, Denda Pidana) |
Denda Keterlambatan SPT, Bunga atas Kurang Bayar, Pidana
Penjara karena Penggelapan Pajak, Denda karena Penggunaan Faktur Pajak Palsu |
6. Keterkaitan Hukum
Administrasi Negara dan Hukum Pidana
Hukum administrasi negara
memiliki peran penting dalam menciptakan dasar bagi penerapan hukum pidana.
Administrasi negara mengeluarkan berbagai peraturan, izin, dan lisensi yang
mengatur berbagai aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Pelanggaran terhadap
peraturan atau ketentuan dalam izin tersebut dapat menjadi dasar bagi timbulnya
tanggung jawab pidana. Misalnya, seseorang atau badan hukum yang menjalankan
usaha pertambangan tanpa izin yang sah dari pemerintah (pelanggaran hukum
administrasi negara) dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan undang-undang
pertambangan atau undang-undang lingkungan hidup jika kegiatan tersebut
menimbulkan kerusakan lingkungan.
Contoh konkret keterkaitan ini
dapat dilihat dalam kasus pelanggaran protokol kesehatan selama pandemi
Covid-19. Pemerintah daerah mengeluarkan peraturan (bagian dari hukum
administrasi negara) yang mewajibkan penggunaan masker dan menjaga jarak.
Pelanggaran terhadap peraturan ini awalnya dikenai sanksi administratif berupa
denda. Namun, dalam beberapa kasus yang dianggap berat atau menimbulkan risiko
penularan yang tinggi, pelanggar juga dapat dijerat dengan sanksi pidana
berdasarkan Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan atau pasal-pasal dalam KUHP.
Kasus lain yang menunjukkan keterkaitan ini adalah kasus korupsi dalam
penerbitan izin, di mana pejabat pemerintah yang menyalahgunakan wewenangnya
dalam proses perizinan (melanggar prinsip-prinsip hukum administrasi negara)
juga dapat dijerat dengan tindak pidana korupsi. Prinsip ultima ratio
juga relevan di sini, di mana hukum pidana hadir sebagai upaya terakhir ketika
sanksi administratif dianggap tidak memadai untuk mengatasi pelanggaran yang
menimbulkan kerugian besar bagi kepentingan publik.
7. Hukum Pajak sebagai Bagian
dari Hukum Administrasi Negara
Hukum pajak merupakan bagian
integral dari hukum administrasi negara karena mengatur hubungan antara negara
dan wajib pajak dalam konteks pelaksanaan fungsi administratif negara di bidang
perpajakan. Sebagai bagian dari hukum administrasi negara, hukum pajak memiliki
mekanisme penegakan hukum administrasi sendiri.
Pemerintah melalui otoritas
perpajakan (Direktorat Jenderal Pajak) memiliki kewenangan untuk melakukan
pemeriksaan pajak, menerbitkan surat ketetapan pajak jika terdapat kekurangan
pembayaran, mengenakan sanksi administratif berupa denda, bunga, atau kenaikan,
serta melakukan penagihan pajak termasuk melalui upaya paksa jika wajib pajak
tidak memenuhi kewajibannya. Wajib pajak yang tidak puas dengan penetapan pajak
juga memiliki hak untuk mengajukan keberatan dan banding melalui mekanisme
administrasi dan peradilan pajak.
Namun, hukum pajak juga
memiliki ketentuan pidana khusus terkait pelanggaran perpajakan. Undang-Undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) mengatur berbagai tindak
pidana di bidang perpajakan, seperti dengan sengaja tidak mendaftarkan diri sebagai
wajib pajak, menyalahgunakan NPWP, tidak menyampaikan SPT, menyampaikan SPT
yang tidak benar, menolak diperiksa, memperlihatkan pembukuan palsu, tidak
menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, serta menerbitkan atau
menggunakan faktur pajak fiktif. Sanksi pidana yang dapat dikenakan meliputi
pidana kurungan, pidana penjara, dan denda pidana yang jumlahnya bisa sangat
besar, bahkan mencapai beberapa kali lipat dari jumlah pajak yang tidak
dibayar. Penerapan sanksi pidana dalam hukum pajak seringkali dianggap sebagai
upaya terakhir (ultimum remedium) setelah upaya penegakan hukum
administrasi dianggap tidak efektif dalam memulihkan kerugian negara.
8. Kontribusi Bersama pada
Penegakan Hukum dan Ketertiban
Hukum pidana, hukum
administrasi negara, dan hukum pajak secara bersama-sama berkontribusi pada
penegakan hukum dan ketertiban dalam suatu negara. Hukum pidana memberikan
sanksi yang tegas terhadap perbuatan-perbuatan yang dianggap paling merugikan
dan mengancam tatanan sosial. Keberadaannya memberikan efek jera dan menjaga
agar masyarakat tidak melakukan tindakan kriminal.
Hukum administrasi negara
menciptakan kerangka kerja yang mengatur penyelenggaraan negara dan interaksi
antara pemerintah dan warga negara. Dengan adanya hukum administrasi negara,
tindakan pemerintah diharapkan menjadi lebih teratur, akuntabel, dan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan, sehingga mencegah terjadinya
kesewenang-wenangan. Hukum pajak memastikan bahwa negara memiliki sumber
pendanaan yang cukup untuk menjalankan fungsi-fungsinya, termasuk dalam
penegakan hukum dan pemeliharaan ketertiban.
Ketiga bidang hukum ini saling
melengkapi dan mendukung. Peraturan-peraturan dalam hukum administrasi negara
seringkali menjadi dasar bagi timbulnya kewajiban dan larangan yang jika
dilanggar secara serius dapat dikenai sanksi pidana. Hukum pajak, sebagai
bagian dari hukum administrasi negara, memiliki mekanisme penegakan hukum
administrasi sendiri namun juga dilengkapi dengan sanksi pidana untuk
pelanggaran yang lebih berat. Prinsip-prinsip yang mendasari ketiga bidang
hukum ini, seperti asas legalitas, asas keadilan, dan prinsip tata kelola
pemerintahan yang baik, secara kolektif berkontribusi pada terciptanya sistem
hukum yang adil, transparan, dan efektif dalam menegakkan hukum dan ketertiban
di Indonesia.
9. Sumber-Sumber Hukum dan
Literatur
Hubungan antara hukum pidana,
hukum administrasi negara, dan hukum pajak dalam sistem hukum Indonesia dibahas
dalam berbagai sumber hukum dan literatur. Beberapa peraturan
perundang-undangan utama yang relevan meliputi:
- Hukum Pidana:
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) , Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023
tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP Baru) , Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) , serta berbagai
undang-undang khusus seperti Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
- Hukum Administrasi Negara:
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan ,
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004
tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU PTUN) , serta berbagai peraturan
pemerintah, peraturan presiden, dan peraturan daerah yang mengatur tentang
organisasi dan fungsi administrasi negara.
- Hukum Pajak:
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (UU KUP) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan
(UU HPP) , serta berbagai undang-undang pajak spesifik seperti
Undang-Undang Pajak Penghasilan, Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai,
dan Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan.
Selain sumber hukum primer
tersebut, terdapat juga banyak literatur akademik berupa buku, artikel jurnal,
dan hasil penelitian yang membahas hubungan antara ketiga bidang hukum ini.
Beberapa contoh artikel yang menyoroti keterkaitan ini termasuk diskusi mengenai
penegakan hukum pajak yang cenderung menekankan pada hukum pidana bukan hukum
administrasi , tindakan hukum administrasi perpajakan yang dapat berakibat pada
tindakan pidana , serta titik singgung antara hukum administrasi negara dan
tindak pidana korupsi. Buku seperti "Hukum Administrasi Perpajakan" ,
"Buku Pidana Pajak: Sanksi Pidana dan Administrasi di Indonesia" ,
dan "Tindak Pidana Perpajakan" juga memberikan analisis mendalam
mengenai aspek pidana dalam hukum pajak dan hubungannya dengan hukum
administrasi. Keberadaan berbagai sumber hukum dan literatur ini menunjukkan
adanya perhatian yang besar dalam kajian hukum Indonesia terhadap kompleksitas
dan pentingnya pemahaman mengenai interaksi antara hukum pidana, hukum
administrasi negara, dan hukum pajak.
10. Kesimpulan
Hukum pidana, hukum
administrasi negara, dan hukum pajak merupakan tiga pilar utama dalam sistem
hukum Indonesia yang memiliki peran dan fungsi yang berbeda namun saling
terkait. Hukum pidana berfungsi sebagai instrumen terakhir untuk menindak
pelanggaran serius terhadap kepentingan umum. Hukum administrasi negara
mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan hubungan antara negara dengan warga
negara. Hukum pajak, sebagai bagian dari hukum administrasi negara, mengatur
kewajiban perpajakan warga negara dan badan hukum untuk membiayai negara.
Perbandingan antara ketiga
bidang hukum ini menunjukkan perbedaan dalam ruang lingkup, prinsip-prinsip
yang mendasari, serta jenis-jenis pelanggaran dan sanksi yang berlaku. Namun,
keterkaitan di antara ketiganya sangatlah kuat. Hukum administrasi negara
seringkali menciptakan dasar bagi timbulnya tanggung jawab pidana, terutama
dalam hal pelanggaran izin atau peraturan pemerintah. Hukum pajak, meskipun
merupakan bagian dari hukum administrasi negara, memiliki mekanisme penegakan
hukum administrasi sendiri namun juga dilengkapi dengan ketentuan pidana khusus
untuk pelanggaran perpajakan yang berat.
Berbagai kasus praktik di
Indonesia menunjukkan bagaimana ketiga bidang hukum ini dapat saling
berinteraksi dalam menyelesaikan suatu permasalahan hukum. Pelanggaran terhadap
peraturan administrasi dapat berujung pada tuntutan pidana, dan pelanggaran terhadap
hukum pajak dapat dikenai sanksi administratif maupun pidana. Secara
bersama-sama, ketiga bidang hukum ini berkontribusi pada penegakan hukum dan
ketertiban di Indonesia, dengan hukum pidana sebagai benteng terakhir, hukum
administrasi negara sebagai pengatur tata kelola pemerintahan, dan hukum pajak
sebagai sumber pendanaan negara. Pemahaman yang mendalam mengenai ketiga bidang
hukum ini beserta interkoneksinya sangat penting untuk mewujudkan sistem hukum
yang adil, efektif, dan berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat dan
pembangunan negara. Perkembangan hukum yang terus berlanjut, seperti
implementasi KUHP baru dan diskusi mengenai penegakan hukum pajak, menunjukkan
bahwa hubungan antara ketiga bidang hukum ini bersifat dinamis dan akan terus berevolusi
dalam sistem hukum Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar