Definisi Umum dalam Ilmu Hukum
Kepastian hukum merupakan
konsep poli-semantik yang definisinya dapat bervariasi tergantung pada sudut
pandang dan konteks penggunaannya. Namun, secara umum, dalam ilmu hukum,
kepastian hukum merujuk pada suatu keadaan atau kondisi di mana hukum dapat memberikan
kejelasan, ketetapan, dan prediktabilitas bagi subjek hukum. Ia sering dipahami
sebagai sebuah asas (principle) fundamental yang menghendaki agar hukum dapat
berfungsi secara efektif sebagai pedoman perilaku (guide for conduct) yang
dapat diandalkan oleh masyarakat.
Secara etimologis, kata
'kepastian' berasal dari kata 'pasti' yang berarti sudah tetap, tentu, atau
mesti. Ketika digabungkan dengan 'hukum', istilah ini menunjuk pada perangkat
hukum suatu negara yang mampu menjamin hak dan kewajiban setiap warga negaranya.
Definisi normatif seringkali menekankan bahwa kepastian hukum tercapai ketika
suatu peraturan perundang-undangan dibuat dan diundangkan secara pasti,
mengatur secara jelas dan logis, sehingga tidak menimbulkan keraguan atau
multi-interpretasi. Hukum yang pasti diharapkan dapat mencegah benturan norma
dan konflik dalam masyarakat.
Pada intinya, kepastian hukum
adalah tentang membuat hukum itu sendiri 'pasti'. Hal ini mencakup kepastian
mengenai aturan hukum itu sendiri (apa isi hukumnya) dan kepastian mengenai
penerapannya (bagaimana hukum itu dijalankan). Tanpa adanya kepastian, hukum
akan kehilangan maknanya sebagai pedoman perilaku dan tidak dapat berfungsi
untuk menciptakan ketertiban. Masyarakat membutuhkan kepastian hukum agar dapat
mengetahui konsekuensi dari tindakan mereka dan agar negara tidak bertindak
sewenang-wenang.
Namun, penting untuk dicatat
bahwa banyak definisi kepastian hukum cenderung bersifat normatif dan
idealistik, menggambarkan kondisi yang seharusnya (das sollen). Realitas
praktik hukum (das sein) seringkali menunjukkan adanya jurang antara cita-cita
kepastian hukum dengan implementasinya. Faktor-faktor seperti ambiguitas dalam
perumusan undang-undang, inkonsistensi dalam putusan pengadilan, atau praktik
korupsi dalam penegakan hukum menunjukkan bahwa pencapaian kepastian hukum
absolut adalah hal yang sulit, jika bukan tidak mungkin. Oleh karena itu,
kepastian hukum mungkin lebih tepat dipahami bukan sebagai kondisi biner (ada
atau tidak ada), melainkan sebagai sebuah spektrum atau tujuan yang terus
diupayakan dengan berbagai tingkat keberhasilan dalam sistem hukum yang
berbeda.
Unsur-Unsur Esensial
Kepastian Hukum
Untuk mewujudkan kondisi
kepastian hukum, sejumlah unsur atau karakteristik esensial harus dipenuhi oleh
sistem hukum. Unsur-unsur ini saling terkait dan berkontribusi pada tujuan
utama kepastian hukum, yaitu menjadikan hukum sebagai panduan perilaku yang
andal dan melindungi individu dari kesewenang-wenangan. Kelemahan pada salah
satu unsur dapat merusak unsur lainnya dan menggerus keseluruhan bangunan
kepastian hukum, menunjukkan perlunya pendekatan holistik dalam mewujudkannya.
Unsur-unsur tersebut antara lain:
- Kejelasan (Clarity) dan Ketidakambiguan
(Unambiguity): Norma hukum, terutama yang tertulis,
harus dirumuskan dengan bahasa yang jernih, presisi, dan tidak ambigu atau
multitafsir. Konsep-konsep yang digunakan harus didefinisikan dengan
jelas. Kejelasan ini penting agar masyarakat dapat memahami apa yang diperintahkan
atau dilarang oleh hukum. Hukum yang kabur atau ambigu akan sulit
diterapkan secara konsisten dan mengurangi prediktabilitas.
- Konsistensi (Consistency):
Konsistensi memiliki dua dimensi. Pertama, konsistensi internal,
yaitu aturan-aturan hukum dalam sistem tidak boleh saling bertentangan.
Harus ada kejelasan hierarki peraturan perundang-undangan untuk menentukan
norma mana yang berlaku jika terjadi konflik. Kedua, konsistensi
dalam penerapan, yaitu aparat penegak hukum (termasuk hakim) harus
menerapkan aturan hukum secara konsisten pada kasus-kasus serupa.
Inkonsistensi, baik dalam norma maupun penerapannya, akan menciptakan
ketidakpastian.
- Prediktabilitas (Predictability):
Ini adalah konsekuensi logis dari kejelasan dan konsistensi. Individu
harus dapat memperkirakan secara wajar (reasonable foreseeability) apa
konsekuensi hukum dari tindakan yang akan mereka lakukan atau apa hasil
dari suatu proses hukum. Prediktabilitas memungkinkan individu untuk
merencanakan aktivitas mereka dan menyesuaikan perilaku mereka dengan
hukum.
- Stabilitas (Stability):
Hukum tidak boleh diubah terlalu sering atau secara mendadak. Stabilitas
memberikan landasan yang kokoh bagi masyarakat untuk mengandalkan hukum
sebagai pedoman jangka panjang. Perubahan hukum yang konstan akan merusak
prediktabilitas dan menimbulkan kebingungan.
- Aksesibilitas (Accessibility) dan
Publisitas (Publicity): Aturan hukum harus
diumumkan secara publik dan mudah diakses oleh masyarakat yang diaturnya.
Hukum yang dirahasiakan atau sulit ditemukan tidak dapat berfungsi sebagai
pedoman perilaku dan membuka peluang kesewenang-wenangan.
- Non-Retroaktivitas (Non-Retroactivity):
Prinsip umum bahwa hukum tidak boleh berlaku surut (diterapkan pada
peristiwa yang terjadi sebelum hukum tersebut diundangkan) merupakan
elemen penting kepastian hukum. Penerapan hukum secara retroaktif akan
merusak ekspektasi yang sah dan kemampuan individu untuk merencanakan
berdasarkan hukum yang berlaku saat itu.
- Kepastian Pelaksanaan (Enforceability):
Kepastian hukum juga mencakup jaminan bahwa hukum tersebut, termasuk
putusan pengadilan, dapat dilaksanakan secara efektif dan konkret. Hukum
yang hanya ada di atas kertas tanpa bisa ditegakkan tidak akan memberikan
kepastian yang nyata.
Kepastian Hukum sebagai
Pilar Negara Hukum (Legal Certainty as a Pillar of the Rule of Law/Rechtsstaat)
Kepastian hukum diakui secara
luas sebagai salah satu elemen fundamental dan tak terpisahkan dari konsep
negara hukum, baik dalam tradisi Eropa Kontinental (Rechtsstaat) maupun
Anglo-Saxon (Rule of Law). Definisi Rule of Law yang diadopsi oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) secara eksplisit mencantumkan kepastian hukum (legal
certainty) sebagai salah satu prinsip inti, bersama dengan supremasi hukum,
persamaan di depan hukum, akuntabilitas, keadilan dalam penerapan hukum,
pemisahan kekuasaan, partisipasi, penghindaran kesewenang-wenangan, serta
transparansi prosedural dan hukum.
Penekanan pada kepastian hukum
sebagai pilar negara hukum menunjukkan bahwa fungsinya melampaui sekadar aspek
teknis untuk memastikan aturan berjalan efisien. Ia memiliki dimensi politis
dan etis yang krusial. Kepastian hukum berfungsi sebagai mekanisme penting
untuk membatasi kekuasaan negara dan mencegah penyalahgunaan wewenang atau
tindakan sewenang-wenang (arbitrariness) oleh pejabat pemerintah. Dengan
mengharuskan pemerintah bertindak berdasarkan hukum yang jelas, diumumkan
sebelumnya, stabil, dan diterapkan secara konsisten, kepastian hukum melindungi
hak-hak dan kebebasan individu. Ia menjamin bahwa semua orang, termasuk negara
itu sendiri, tunduk pada hukum (supremacy of law) dan diperlakukan sama di
depan hukum (equality before the law).
Dengan demikian, kepastian
hukum merupakan prasyarat bagi terwujudnya pemerintahan yang teratur, adil, dan
akuntabel. Kegagalan suatu sistem hukum untuk memberikan tingkat kepastian yang
memadai tidak hanya menimbulkan masalah hukum praktis, tetapi juga dapat
menggerus legitimasi negara hukum itu sendiri dan merusak kontrak sosial antara
negara dan warga negaranya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar