Senin, 24 Maret 2025

Tradisi Hukum Civil Law dan Common Law: Definisi dan Perbedaannya

 

1. Pendahuluan

Dua sistem hukum utama yang mendominasi dunia saat ini adalah tradisi hukum civil law dan common law. Memahami karakteristik dan perbedaan antara kedua sistem ini sangat penting bagi studi dan praktik hukum secara global, mengingat pengaruh luasnya dalam berbagai yurisdiksi. Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan definisi, karakteristik utama, asal-usul sejarah, sumber-sumber hukum, peran hakim, dan perbedaan mendasar antara tradisi hukum civil law dan common law. Sebagai konteks tambahan, Indonesia menganut sistem hukum civil law sebagai warisan dari penjajahan Belanda, yang menjadikan pemahaman tentang tradisi ini sangat relevan bagi pengguna laporan ini.

2. Tradisi Hukum Civil Law

2.1. Definisi dan Karakteristik Utama

Tradisi hukum civil law, yang juga dikenal sebagai sistem hukum Eropa Kontinental, didefinisikan sebagai sistem hukum yang berakar pada hukum Romawi, khususnya kodifikasi hukum yang dikenal sebagai Corpus Juris Civilis yang disusun pada masa pemerintahan Kaisar Justinianus. Warisan sejarah ini memberikan fondasi yang kuat bagi sistem hukum yang mengutamakan hukum tertulis dan sistematis.

Karakteristik utama dari tradisi hukum civil law adalah adanya kodifikasi hukum. Hukum diwujudkan dalam bentuk peraturan tertulis yang disusun secara sistematis dalam kitab undang-undang atau kompilasi tertentu. Tujuan utama dari kodifikasi ini adalah untuk menciptakan kepastian dan keseragaman hukum, sehingga setiap tindakan hukum dapat diukur berdasarkan aturan yang jelas dan terstruktur.

Sumber hukum utama dalam sistem civil law adalah undang-undang yang ditetapkan oleh badan legislatif. Prinsip supremasi legislatif ini menunjukkan bahwa hukum yang dibuat oleh wakil rakyat memiliki otoritas tertinggi. Hal ini mencerminkan gagasan rechtsstaat atau negara hukum, di mana hukum terutama diekspresikan melalui peraturan perundang-undangan.

Berbeda dengan tradisi common law, hakim dalam sistem civil law pada umumnya tidak terikat pada preseden atau putusan hakim sebelumnya (doktrin stare decisis). Fokus utama adalah pada penerapan undang-undang yang berlaku untuk kasus yang dihadapi, bukan pada mengikuti interpretasi hukum oleh hakim di masa lalu. Meskipun demikian, putusan pengadilan sebelumnya (yurisprudensi) tetap dipertimbangkan sebagai referensi, terutama konsep jurisprudence constante yang menunjukkan adanya pola putusan yang konsisten.

Sistem peradilan dalam tradisi civil law cenderung bersifat inkuisitorial. Dalam sistem ini, hakim memiliki peran aktif dalam mengarahkan jalannya persidangan, mencari fakta-fakta yang relevan, dan menilai bukti-bukti yang diajukan. Hakim bertindak sebagai investigator untuk mendapatkan gambaran lengkap dari peristiwa yang terjadi sejak awal persidangan.

Terakhir, sistem civil law umumnya mengenal pembagian yang jelas antara hukum publik dan hukum privat. Hukum publik mengatur hubungan antara individu dengan negara atau badan-badan publik, sementara hukum privat mengatur hubungan antar individu.

2.2. Asal-Usul Sejarah dan Perkembangan

Akar sejarah tradisi hukum civil law dapat ditelusuri kembali ke hukum Romawi kuno, terutama pada abad ke-6 Masehi dengan kodifikasi Corpus Juris Civilis oleh Kaisar Justinianus. Kompilasi ini menjadi dasar bagi perkembangan hukum di Eropa Kontinental sejak abad pertengahan, di mana hukum Romawi berinteraksi dengan Hukum Gereja (Canon Law) dan tradisi hukum Jermanik.

Perkembangan signifikan terjadi pada abad ke-18 dan ke-19 dengan munculnya kodifikasi-kodifikasi besar seperti Code Napoléon di Prancis pada tahun 1804 dan Bürgerliches Gesetzbuch (BGB) di Jerman yang berlaku pada tahun 1900. Kodifikasi ini tidak hanya menyatukan berbagai aturan hukum yang ada tetapi juga mencerminkan prinsip-prinsip pencerahan dan menjadi model bagi banyak negara lain yang mengadopsi sistem civil law.

Melalui kolonisasi dan adopsi sukarela, tradisi hukum civil law menyebar ke berbagai belahan dunia, termasuk Amerika Latin, sebagian besar wilayah Asia, dan Afrika, termasuk Indonesia yang mengadopsinya melalui penjajahan Belanda. Penyebaran ini menunjukkan pengaruh dan adaptabilitas sistem civil law di berbagai konteks budaya dan politik.

2.3. Sumber-Sumber Hukum Utama

Sumber hukum utama dalam sistem civil law adalah undang-undang (statutes). Undang-undang yang dibuat oleh badan legislatif memiliki kekuatan mengikat tertinggi dan menjadi rujukan utama dalam menyelesaikan sengketa hukum.

Selain undang-undang, peraturan perundang-undangan (regulations) yang dikeluarkan oleh badan eksekutif untuk melaksanakan undang-undang juga merupakan sumber hukum yang penting. Peraturan ini memberikan rincian lebih lanjut mengenai bagaimana undang-undang diterapkan dalam praktik.

Kebiasaan (custom) juga diakui sebagai sumber hukum dalam sistem civil law, meskipun posisinya biasanya berada di bawah undang-undang. Kebiasaan dapat menjadi hukum jika tidak bertentangan dengan undang-undang yang berlaku dan diterima oleh masyarakat sebagai norma yang mengikat.

Yurisprudensi (jurisprudence), yaitu putusan-putusan hakim terdahulu, memiliki peran sebagai sumber hukum yang persuasif. Meskipun hakim dalam sistem civil law tidak terikat oleh doktrin stare decisis, mereka tetap mempertimbangkan putusan-putusan sebelumnya, terutama putusan dari pengadilan yang lebih tinggi atau pola putusan yang konsisten (jurisprudence constante). Hal ini dilakukan untuk menjaga konsistensi dalam penerapan hukum.

3. Tradisi Hukum Common Law

3.1. Definisi dan Karakteristik Utama

Tradisi hukum common law, yang juga dikenal sebagai sistem hukum Anglo-Saxon, adalah sistem hukum yang berkembang di Inggris dan didasarkan pada putusan-putusan pengadilan (yurisprudensi) serta prinsip preseden (stare decisis). Sistem ini memberikan peran sentral kepada hakim dalam mengembangkan hukum melalui putusan-putusan mereka.

Karakteristik utama dari common law adalah yurisprudensi sebagai sumber hukum utama. Prinsip stare decisis mengharuskan hakim untuk mengikuti preseden atau putusan pengadilan yang lebih tinggi atau pengadilan sebelumnya dalam kasus-kasus yang serupa. Hal ini bertujuan untuk menciptakan stabilitas dan kepastian hukum, di mana kasus-kasus yang memiliki fakta serupa akan diputus secara serupa.

Sistem peradilan dalam tradisi common law bersifat adversarial. Dalam sistem ini, dua pihak yang berlawanan (penggugat dan tergugat dalam kasus perdata, atau penuntut umum dan terdakwa dalam kasus pidana) menyampaikan argumen dan bukti mereka kepada hakim (dan terkadang juri) yang bertindak sebagai wasit netral.

Hukum dalam sistem common law berkembang dari kasus-kasus konkret yang diputus oleh pengadilan (case law). Prinsip-prinsip hukum muncul dari penyelesaian sengketa-sengketa spesifik. Meskipun terdapat undang-undang, common law pada dasarnya tidak dikodifikasi secara komprehensif. Undang-undang ada, tetapi sebagian besar hukum terdiri dari putusan-putusan pengadilan.

Dalam beberapa kasus, terutama dalam perkara pidana, sistem common law menggunakan peran juri untuk menentukan fakta-fakta dalam kasus tersebut. Hakim kemudian menerapkan hukum berdasarkan fakta yang telah ditetapkan oleh juri.

3.2. Asal-Usul Sejarah dan Perkembangan

Tradisi hukum common law muncul di Inggris setelah Penaklukan Norman pada tahun 1066. Pengadilan-pengadilan kerajaan (King's Courts) dibentuk untuk menciptakan sistem hukum yang berlaku "umum" di seluruh Inggris, menggantikan hukum adat dan hukum lokal yang beragam. Melalui praktik pengadilan ini dan pembentukan preseden, common law secara bertahap berkembang.

Sistem hukum Inggris ini kemudian menyebar ke wilayah-wilayah yang menjadi jajahan Inggris, seperti Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan India. Di negara-negara ini, prinsip-prinsip common law dipertahankan dan dikembangkan lebih lanjut. Selain itu, dalam perkembangan sejarah common law, muncul pula hukum equity yang berfungsi melengkapi dan mengatasi kekakuan common law dengan prinsip-prinsip keadilan.

3.3. Sumber-Sumber Hukum Utama

Sumber hukum utama dalam sistem common law adalah putusan pengadilan (preseden atau case law). Putusan-putusan dari pengadilan yang lebih tinggi mengikat pengadilan yang lebih rendah dalam yurisdiksi yang sama.

Meskipun bukan sumber utama pada awalnya, undang-undang (statutes) kini memainkan peran yang semakin penting dalam sistem common law. Undang-undang yang dikeluarkan oleh badan legislatif dapat mengubah atau mengkodifikasi prinsip-prinsip common law.

Kebiasaan (custom) juga dapat diakui sebagai sumber hukum jika terbukti telah berlaku sejak lama dan diakui oleh pengadilan. Namun, perannya kini lebih terbatas dibandingkan dengan preseden dan undang-undang.

4. Peran Hakim dalam Interpretasi dan Penerapan Hukum

4.1. Dalam Tradisi Civil Law

Dalam tradisi civil law, hakim berperan utama sebagai penafsir dan penerap undang-undang. Tugas utama hakim adalah untuk memahami dan menerapkan ketentuan yang terdapat dalam undang-undang untuk menyelesaikan kasus yang dihadapi. Meskipun tidak terikat pada preseden, hakim tetap mempertimbangkan putusan pengadilan sebelumnya (jurisprudence constante) untuk menjaga konsistensi dalam interpretasi hukum. Dalam sistem inkuisitorial, hakim memiliki peran aktif dalam mencari fakta dan bukti yang relevan dengan kasus tersebut. Hakim memiliki keleluasaan yang cukup besar untuk memutus perkara berdasarkan undang-undang tanpa harus mengikuti putusan hakim di masa lalu.

4.2. Dalam Tradisi Common Law

Dalam tradisi common law, hakim memiliki peran yang lebih luas. Selain menafsirkan undang-undang, hakim juga menciptakan hukum melalui preseden. Mereka terikat pada prinsip stare decisis, yang mengharuskan mereka untuk mengikuti putusan pengadilan yang lebih tinggi atau putusan mereka sendiri dalam kasus-kasus serupa. Dalam sistem adversarial, hakim bertindak sebagai wasit netral antara para pihak yang bersengketa, memastikan proses persidangan berjalan adil. Hakim memiliki kebebasan untuk membuat keputusan yang adil berdasarkan fakta dan prinsip-prinsip hukum yang berkembang dari waktu ke waktu, sering kali menetapkan preseden baru untuk kasus-kasus yang belum pernah terjadi sebelumnya .

5. Perbedaan-Perbedaan Mendasar

Perbedaan mendasar antara tradisi hukum civil law dan common law dapat dirangkum dalam tabel berikut:

FiturCivil LawCommon Law
Sumber Hukum UtamaUndang-undang tertulis (Statutes)Putusan Pengadilan (Preseden/Case Law)
Peran HakimInterpreter dan Penerap UU, InkuisitorialInterpreter UU dan Pembuat Hukum, Adversarial
Sistem PeradilanInkuisitorial (Hakim aktif mencari fakta)Adversarial (Para pihak presentasi kasus)
PresedenTidak mengikat (namun dipertimbangkan)Mengikat (Doktrin Stare Decisis)
KodifikasiDikodifikasi secara sistematis dan komprehensifUmumnya tidak dikodifikasi secara komprehensif
Penalaran HukumDeduktif (Umum ke Khusus)Induktif (Khusus ke Umum)
Peran JuriUmumnya tidak adaAda dalam beberapa kasus (terutama pidana)

Perbedaan-perbedaan ini menunjukkan pendekatan yang berbeda terhadap pembentukan, interpretasi, dan penerapan hukum. Sementara civil law mengandalkan pada kerangka hukum tertulis yang sistematis, common law berkembang melalui putusan-putusan pengadilan dan prinsip preseden.

6. Kesimpulan

Tradisi hukum civil law dan common law merupakan dua sistem hukum yang dominan di dunia dengan perbedaan mendasar dalam sumber hukum utama, peran hakim, sistem peradilan, metode penalaran hukum, dan tradisi kodifikasi. Civil law menempatkan undang-undang sebagai sumber hukum tertinggi dan hakim sebagai interpreter dan penerap undang-undang dalam sistem inkuisitorial. Sebaliknya, common law mengandalkan putusan pengadilan sebagai sumber hukum utama dengan hakim yang memiliki peran dalam menciptakan hukum melalui preseden dalam sistem adversarial.

Meskipun terdapat perbedaan yang signifikan, terdapat tren konvergensi antara kedua sistem di era modern. Sistem civil law semakin mempertimbangkan yurisprudensi, sementara sistem common law semakin mengandalkan undang-undang untuk mengatur berbagai aspek kehidupan. Selain itu, beberapa negara memiliki sistem hukum campuran (mixed legal systems) yang menggabungkan elemen-elemen dari kedua tradisi hukum ini, mencerminkan upaya untuk mengambil manfaat dari kedua pendekatan dalam mencapai keadilan dan kepastian hukum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan

1. Pendahuluan: Konteks dan Urgensi Pemahaman Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Hukum ketenagakerjaan memegang peranan sentral sebagai salah s...