Selasa, 25 Maret 2025

Asas Accesorium Sequitor Principale dalam Sistem Hukum Indonesia

I. Pendahuluan

Sistem hukum di Indonesia, seperti banyak sistem hukum lainnya, menggunakan prinsip-prinsip hukum fundamental yang berfungsi sebagai landasan untuk interpretasi dan penerapan peraturan perundang-undangan. Prinsip-prinsip ini seringkali diungkapkan dalam bentuk adagium atau maksim hukum, yang banyak di antaranya berasal dari tradisi hukum Romawi. Istilah-istilah seperti asas hukum, adagium, old maxim, dan postulat sering digunakan untuk merujuk pada konsep-konsep dasar ini. Dalam konteks ini, "Asas Accesorium Sequitor Principale" merupakan salah satu maksim hukum yang memiliki relevansi signifikan dalam sistem hukum Indonesia. Kata "asas" sendiri dalam bahasa Indonesia berarti dasar, yang diterjemahkan dari kata Belanda "beginsel" atau bahasa Inggris "principle", menekankan sifat fundamentalnya yang mendasari hukum positif.

Tulisan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang komprehensif mengenai "Asas Accesorium Sequitor Principale" dalam konteks hukum Indonesia. Pembahasan akan mencakup definisi dan arti dari maksim ini, contoh-contoh penerapannya dalam kasus hukum atau peraturan perundang-undangan, identifikasi implikasi dan signifikansinya dalam sistem hukum, serta eksplorasi pengecualian atau batasan terhadap penerapannya. Fokus utama akan diberikan pada penerapannya dalam hukum pidana, namun potensi relevansinya dalam bidang hukum lain juga akan dipertimbangkan.

II. Definisi Asas Accesorium Sequitor Principale

Secara harfiah, frasa Latin "Accessorium Sequitor Principale" diterjemahkan menjadi "aksesoris mengikuti pokoknya". Maksim ini merupakan bentuk ringkas dari "Accessorium non ducit, sed sequitur principalem", atau dalam bentuk lengkapnya "Accessorium non ducit, sed sequitur, suum principale". Terjemahan yang lebih lengkap dan sering digunakan adalah "aksesoris tidak memimpin, melainkan mengikuti pokoknya". Makna inti dari maksim ini dalam konteks hukum adalah bahwa suatu tindakan atau pihak yang bersifat aksesori (tambahan atau membantu) bergantung pada dan tunduk kepada tindakan atau pihak yang bersifat principal (utama atau pokok). Dengan kata lain, unsur aksesori tidak berdiri sendiri, melainkan keberadaannya ditentukan oleh keberadaan unsur principal.

Dalam sistem hukum Indonesia, asas ini terutama relevan dalam hukum pidana, khususnya dalam konsep penyertaan atau turut serta melakukan tindak pidana. Dalam konteks ini, maksim "Accessorium non ducit, sed sequitur, suum principale" diartikan bahwa peserta pembantu tidak memimpin, melainkan membantu pelaku utamanya . Asas ini menjadi landasan penting untuk menentukan tanggung jawab pidana seseorang yang terlibat dalam suatu tindak pidana yang dilakukan oleh lebih dari satu orang.  

III. Penerapan Asas Accesorium Sequitor Principale dalam Hukum Indonesia

A. Hukum Pidana (Hukum Pidana):

Dalam hukum pidana Indonesia, asas "Accessorium Sequitor Principale" mendasari doktrin deelneming atau penyertaan . Doktrin ini mengatur tentang pertanggungjawaban pidana bagi seseorang yang turut serta dalam melakukan suatu tindak pidana. Asas ini membedakan antara pleger (pelaku utama) dan medeplichtige (peserta pembantu atau yang membantu melakukan). Asas ini menyatakan bahwa pertanggungjawaban pidana bagi medeplichtige bergantung pada adanya tindak pidana pokok yang dilakukan oleh pleger . Tanpa adanya tindak pidana utama, tidak mungkin ada pertanggungjawaban bagi pihak yang hanya membantu .  

Penerapan asas ini dapat dilihat dalam berbagai contoh kasus pidana. Misalnya, dalam kasus pencurian dengan pemberatan (Pencurian dengan Pemberatan), jika terdapat dua orang pelaku, di mana satu orang merencanakan dan melakukan tindakan pencurian di dalam rumah (pelaku utama), sementara orang lain berjaga di luar untuk mengawasi situasi dan membantu melarikan diri (peserta pembantu), maka pertanggungjawaban orang kedua akan mengikuti pertanggungjawaban orang pertama . Meskipun keduanya dapat dijerat hukum, peran dan tingkat kesalahan mereka akan dibedakan berdasarkan asas ini. Pelaku utama yang melakukan tindakan inti kejahatan cenderung akan mendapatkan hukuman yang lebih berat dibandingkan dengan peserta pembantu yang perannya hanya sebatas membantu.  

Contoh lain dapat ditemukan dalam kasus penghasutan atau uitlokking. Dalam konteks tindak pidana perikanan, misalnya, seorang ahli penangkapan ikan (fishing master) dapat dianggap sebagai uitlokker yang menggerakkan nakhkoda dan anak buah kapal (ABK) untuk melakukan tindak pidana. Dalam hal ini, tindakan nakhkoda dan ABK sebagai pihak yang melakukan perbuatan pidana secara langsung dapat dianggap sebagai tindakan principal, sedangkan tindakan fishing master sebagai uitlokker adalah aksesori yang mengikuti tindakan principal tersebut. Pertanggungjawaban fishing master akan bergantung pada terbuktinya tindak pidana yang dilakukan oleh nakhkoda dan ABK.

Dalam kasus korupsi yang melibatkan banyak pihak, asas ini juga relevan untuk mengidentifikasi siapa pelaku utama yang menginisiasi dan mendapatkan keuntungan utama dari tindak pidana tersebut, serta siapa saja pihak-pihak lain yang mungkin hanya membantu atau mengikuti perintah pelaku utama. Asas ini membantu pengadilan dalam menentukan peran masing-masing terdakwa dan menjatuhkan hukuman yang sesuai dengan tingkat keterlibatan mereka dalam tindak pidana. Secara historis, terdapat pandangan dalam hukum Romawi yang menyatakan bahwa seorang aksesori tidak dapat dihukum sebelum pelaku utama terbukti bersalah . Meskipun praktik modern mungkin tidak selalu mengikuti urutan yang ketat, prinsipnya adalah bahwa keterlibatan pihak yang membantu dinilai dalam konteks perbuatan utama yang dilakukan.  

B. Hukum Kontrak (Hukum Kontrak):

Meskipun asas "Accessorium Sequitor Principale" lebih sering dikaitkan dengan hukum pidana, prinsip ketergantungan yang mendasarinya juga dapat ditemukan dalam bidang hukum kontrak, terutama dalam konteks perjanjian tambahan (perjanjian tambahan) yang keberadaannya bergantung pada perjanjian pokok (perjanjian pokok) . Dalam hukum kontrak, perjanjian tambahan adalah perjanjian yang dibuat untuk melengkapi atau memperkuat perjanjian pokok. Keberlakuan dan berakhirnya perjanjian tambahan seringkali mengikuti keberlakuan dan berakhirnya perjanjian pokok.  

Sebagai contoh, dalam perjanjian hutang-piutang (perjanjian hutang-piutang), seringkali dibuat juga perjanjian jaminan (perjanjian jaminan) sebagai perjanjian tambahan yang berfungsi untuk memberikan kepastian kepada kreditur bahwa hutang debitur akan dilunasi. Perjanjian jaminan, seperti perjanjian gadai atau hak tanggungan, tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya perjanjian pokok yaitu perjanjian hutang-piutang . Jika perjanjian hutang-piutang berakhir karena pelunasan hutang, maka secara otomatis perjanjian jaminan juga akan berakhir karena sifatnya yang aksesori. Contoh lain adalah perjanjian hipotek yang merupakan perjanjian tambahan atas perjanjian pinjaman . Jika pinjaman dilunasi, maka hak atas hipotek juga akan hilang.  

C. Bidang Hukum Lain (Bidang Hukum Lain):

Prinsip bahwa unsur aksesori mengikuti unsur principal memiliki potensi relevansi di berbagai bidang hukum lain di mana terdapat hak atau kewajiban utama yang diikuti oleh hak atau kewajiban sekunder yang bergantung padanya. Sebagai contoh, dalam kasus hukum di India, Mahkamah Agung pernah merujuk pada maksim ini dalam perkara yang berkaitan dengan hak pokok dan hak aksesori, di mana dinyatakan bahwa ketika hak pokok telah berakhir secara sah, maka hak aksesori yang bergantung padanya juga tidak dapat bertahan. Hal ini menunjukkan bahwa prinsip ini dapat diterapkan secara lebih luas dalam penalaran hukum untuk memahami hubungan ketergantungan antar berbagai elemen hukum.

IV. Implikasi dan Signifikansi dalam Sistem Hukum Indonesia

A. Menetapkan Tanggung Jawab Hukum:

Asas "Accessorium Sequitor Principale" memiliki signifikansi yang sangat besar dalam menetapkan tingkat kesalahan dan tanggung jawab hukum, terutama dalam kasus-kasus pidana yang melibatkan banyak pelaku . Asas ini memungkinkan hakim dan praktisi hukum untuk membedakan antara peran pelaku utama yang menginisiasi dan melaksanakan tindak pidana dengan pelaku lain yang hanya membantu atau mengikuti. Dengan demikian, asas ini berkontribusi pada penegakan keadilan dengan memastikan bahwa setiap individu dimintai pertanggungjawaban sesuai dengan tingkat keterlibatannya dalam suatu pelanggaran hukum.  

B. Menstrukturkan Hubungan Hukum yang Bergantung:

Dalam konteks hukum kontrak dan mungkin juga dalam bidang hukum lainnya, asas ini membantu dalam memahami dan menata hubungan hukum di mana satu aspek bergantung pada aspek lain . Pengakuan terhadap prinsip ini memungkinkan para pihak untuk memahami hak dan kewajiban mereka secara lebih jelas dalam perjanjian yang melibatkan unsur pokok dan unsur tambahan. Hal ini juga membantu dalam menginterpretasikan konsekuensi hukum yang mungkin timbul jika terjadi perubahan atau pengakhiran pada unsur pokok.  

C. Memandu Interpretasi Hukum:

Sebagai salah satu prinsip hukum yang mendasar, "Asas Accesorium Sequitor Principale" kemungkinan besar memengaruhi interpretasi berbagai peraturan perundang-undangan, terutama yang berkaitan dengan konsep penyertaan dalam hukum pidana atau hubungan ketergantungan dalam hukum kontrak dan bidang hukum lainnya . Meskipun asas ini mungkin tidak selalu disebutkan secara eksplisit dalam undang-undang, pemahaman terhadap prinsip ini dapat membantu para hakim dan praktisi hukum dalam menafsirkan dan menerapkan hukum secara lebih konsisten dan sesuai dengan logika hukum yang mendasarinya.  

V. Pengecualian dan Batasan terhadap Penerapan Asas Accesorium Sequitor Principale

A. Hukum Pidana

Dalam hukum pidana, meskipun asas "Accessorium Sequitor Principale" merupakan prinsip dasar dalam deelneming, terdapat beberapa nuansa dan potensi batasan dalam penerapannya. Salah satu konsep yang relevan adalah gagasan mengenai zelfstandige deelneming (penyertaan yang berdiri sendiri) yang pernah diusulkan oleh D. Simons. Meskipun pandangan ini diperdebatkan, ide dasarnya adalah bahwa dalam kondisi tertentu, pertanggungjawaban peserta pembantu mungkin tidak sepenuhnya bergantung pada pertanggungjawaban pelaku utama. Hal ini dapat terjadi jika tindakan atau niat dari peserta pembantu dianggap cukup signifikan dan dapat dipertanggungjawabkan secara terpisah.

Selain itu, perbedaan dalam mens rea (niat jahat) antara pelaku utama dan peserta pembantu juga dapat menjadi batasan dalam penerapan asas ini secara kaku. Jika peserta pembantu memiliki niat atau pengetahuan yang berbeda secara signifikan dari pelaku utama terkait dengan tindak pidana yang dilakukan, maka pertanggungjawaban mereka mungkin perlu dinilai berdasarkan niat dan pengetahuan mereka sendiri, tidak hanya mengikuti niat pelaku utama.

B. Hukum Kontrak

Dalam hukum kontrak, meskipun perjanjian tambahan umumnya mengikuti perjanjian pokok, mungkin terdapat situasi di mana perjanjian tambahan dapat tetap berlaku meskipun perjanjian pokoknya batal atau berakhir. Misalnya, dalam perjanjian jaminan, meskipun perjanjian hutang pokok telah lunas, mungkin terdapat ketentuan dalam perjanjian jaminan yang mengatur tentang kewajiban penjamin untuk periode waktu tertentu atau dalam kondisi tertentu. Namun, secara umum, asas ketergantungan tetap menjadi prinsip utama dalam hubungan antara perjanjian pokok dan perjanjian tambahan.

VI. Kesimpulan

Asas "Accessorium Sequitor Principale" merupakan prinsip hukum fundamental yang menyatakan bahwa unsur aksesori mengikuti unsur pokok. Dalam konteks hukum Indonesia, asas ini memiliki peran yang sangat penting, terutama dalam hukum pidana sebagai landasan bagi doktrin deelneming yang mengatur tentang pertanggungjawaban pidana bagi pihak yang turut serta dalam tindak pidana. Asas ini membantu membedakan antara pelaku utama dan peserta pembantu, serta menentukan tingkat tanggung jawab masing-masing.

Selain dalam hukum pidana, prinsip ketergantungan yang mendasari asas ini juga relevan dalam bidang hukum lain, seperti hukum kontrak, di mana perjanjian tambahan bergantung pada perjanjian pokok. Meskipun terdapat beberapa nuansa dan potensi batasan dalam penerapannya, seperti konsep zelfstandige deelneming dalam hukum pidana atau kemungkinan keberlangsungan perjanjian tambahan dalam kondisi tertentu, asas "Accessorium Sequitor Principale" tetap menjadi prinsip yang penting dalam memahami dan menerapkan hukum di Indonesia, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan banyak pihak atau hubungan hukum yang bersifat hierarkis dan bergantung. Pemahaman yang mendalam terhadap asas ini membantu memastikan penegakan hukum yang adil dan proporsional sesuai dengan peran dan tingkat keterlibatan masing-masing pihak dalam suatu peristiwa hukum.

Tabel 1: Aspek Inti Asas Accesorium Sequitor Principale

Aspek

Deskripsi/Detail

Terjemahan Literal

"Aksesoris mengikuti pokoknya." (dan variasinya)

Makna Hukum Inti

Suatu tindakan atau pihak yang bersifat aksesori bergantung pada dan tunduk kepada tindakan atau pihak yang bersifat principal, tidak memimpin melainkan mengikuti.

Istilah Hukum Pidana Indonesia

Penyertaan (Complicity)

Domain Hukum Utama

Hukum Pidana (Hukum Pidana)

Potensi Domain Hukum Lain

Hukum Kontrak (Hukum Kontrak), berpotensi bidang lain dengan hubungan hukum yang bergantung.

Tabel 2: Implikasi dan Batasan Asas Accesorium Sequitor Principale dalam Hukum Indonesia

Area Hukum

Implikasi Kunci

Batasan/Pengecualian Penting

Hukum Pidana

Landasan bagi tanggung jawab aksesori (deelneming), memengaruhi beban pembuktian dan hukuman bagi aksesori.

Konsep penyertaan yang berdiri sendiri (zelfstandige deelneming), perbedaan mens rea antara aksesori dan principal.

Hukum Kontrak

Kerangka untuk memahami perjanjian yang bergantung (perjanjian tambahan), keabsahan seringkali terikat pada perjanjian pokok.

Potensi perjanjian tambahan untuk tetap berlaku meskipun perjanjian pokok berakhir dalam kondisi tertentu.

Bidang Hukum Lain

Prinsip ketergantungan yang mendasari dapat memandu interpretasi di area lain dengan elemen hukum primer dan sekunder.

Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengidentifikasi batasan spesifik dalam domain hukum lain di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan

1. Pendahuluan: Konteks dan Urgensi Pemahaman Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Hukum ketenagakerjaan memegang peranan sentral sebagai salah s...