Selasa, 25 Maret 2025

Peran, Fungsi, Tugas, dan Wewenang Komisi Yudisial

 

1. Pendahuluan

Komisi Yudisial (KY) merupakan sebuah lembaga negara yang memiliki peran sentral dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, khususnya dalam menjaga kemandirian dan integritas lembaga peradilan. Pembentukannya merupakan respons terhadap kebutuhan akan peradilan yang bersih, kredibel, dan independen, yang dianggap sebagai pilar utama dalam menegakkan supremasi hukum . Keberadaannya secara konstitusional diamanatkan melalui amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menandai babak baru dalam upaya reformasi sektor peradilan di Indonesia . 

Mandat utama KY, sebagaimana tertuang dalam konstitusi, adalah mengusulkan pengangkatan hakim agung dan memiliki wewenang lain dalam rangka menjaga serta menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim . Laporan ini bertujuan untuk menganalisis secara komprehensif peran, fungsi, tugas, dan wewenang Komisi Yudisial berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, berbagai undang-undang terkait, serta peraturan perundang-undangan lainnya yang relevan. Analisis ini akan mencakup landasan konstitusional KY, kerangka legislatif yang mengaturnya, fungsi-fungsi operasionalnya, tugas-tugas spesifik yang diemban, batasan-batasan wewenangnya, serta perannya secara keseluruhan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.  

2. Landasan Konstitusional Komisi Yudisial

  • 2.1. Dasar Konstitusional Langsung: Pasal 24B UUD 1945

Pasal 24B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara eksplisit mengatur keberadaan dan kewenangan utama Komisi Yudisial. Pasal tersebut menyatakan, “Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim” . Ketentuan ini menggarisbawahi beberapa aspek krusial terkait KY. 

Pertama, sifat kemandirian yang melekat pada KY memberikan kebebasan kepada lembaga ini untuk menjalankan tugas dan fungsinya tanpa intervensi dari pihak lain, termasuk cabang-cabang kekuasaan negara lainnya . Kemandirian ini esensial agar KY dapat bertindak secara objektif dan imparsial dalam mengawasi dan menjaga integritas hakim. Kedua, KY memiliki kewenangan untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mendapatkan persetujuan . Kewenangan ini menempatkan KY pada posisi strategis dalam proses rekrutmen hakim agung, yang secara langsung mempengaruhi kualitas dan integritas Mahkamah Agung sebagai pengadilan tertinggi di Indonesia. Ketiga, frasa "mempunyai wewenang lain" memberikan landasan konstitusional yang luas bagi pembentukan kewenangan-kewenangan KY lainnya melalui undang-undang, khususnya dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim . Pasal 24A ayat (3) UUD 1945 lebih lanjut menegaskan peran KY dalam proses pengangkatan hakim agung dengan menyatakan, “Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden” . Hal ini menunjukkan bahwa KY merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang mengusulkan nama calon hakim agung kepada DPR.  

  • 2.2. Referensi Konstitusional Tidak Langsung

Selain Pasal 24B, beberapa pasal lain dalam UUD 1945 secara tidak langsung berkaitan dengan keberadaan dan fungsi Komisi Yudisial. Pasal 24 UUD 1945 menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan . Keberadaan KY, dengan mandatnya untuk menjaga perilaku hakim, secara langsung mendukung prinsip kemerdekaan kekuasaan kehakiman. Hakim yang berintegritas dan berperilaku baik akan lebih mampu menjalankan tugasnya secara independen dan tanpa tekanan yang tidak semestinya. Pasal 24A UUD 1945 mengatur tentang Mahkamah Agung sebagai pemegang kekuasaan kehakiman di tingkat kasasi dan lembaga yang berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang . 

Peran KY dalam mengusulkan calon hakim agung secara langsung mempengaruhi komposisi dan kualitas Mahkamah Agung, yang pada gilirannya berdampak pada penyelenggaraan kekuasaan kehakiman secara keseluruhan. Pasal 24C UUD 1945 mengatur mengenai Mahkamah Konstitusi . Meskipun KY secara eksplisit tidak diberikan kewenangan untuk mengawasi hakim konstitusi berdasarkan interpretasi Mahkamah Konstitusi sendiri , keberadaan KY sebagai lembaga pengawas eksternal terhadap hakim secara umum menunjukkan adanya semangat konstitusional untuk meningkatkan akuntabilitas dan integritas seluruh pelaku kekuasaan kehakiman.  

3. Undang-Undang tentang Komisi Yudisial

  • 3.1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 merupakan undang-undang pertama yang secara khusus mengatur tentang Komisi Yudisial setelah pembentukannya melalui amandemen UUD 1945 . Undang-undang ini menjabarkan lebih lanjut mengenai kedudukan, susunan, tugas, dan wewenang KY. Meskipun kemudian diubah oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011, UU 22/2004 meletakkan dasar bagi operasionalisasi KY, termasuk mekanisme pengusulan calon hakim agung dan pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap perilaku hakim.  

  • 3.2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 merupakan perubahan atas UU Nomor 22 Tahun 2004 dan menjadi landasan hukum utama yang mengatur Komisi Yudisial saat ini . Perubahan ini dilakukan dengan tujuan untuk memperjelas dan memperkuat tugas dan fungsi KY, terutama dalam menjabarkan "wewenang lain" sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945 . Berdasarkan UU 18/2011, KY memiliki wewenang untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR, menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) bersama-sama dengan Mahkamah Agung, dan menjaga serta menegakkan pelaksanaan KEPPH . Selain itu, UU 18/2011 juga mengatur tugas KY, yang meliputi melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim, menerima laporan dari masyarakat terkait pelanggaran KEPPH, melakukan verifikasi, klarifikasi, dan investigasi secara tertutup terhadap laporan tersebut, memutus benar tidaknya laporan dugaan pelanggaran, mengambil langkah hukum terhadap pihak yang merendahkan kehormatan hakim, serta mengupayakan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim . Secara signifikan, UU ini juga memberikan kewenangan kepada KY untuk meminta bantuan aparat penegak hukum dalam melakukan penyadapan dan perekaman pembicaraan dalam hal adanya dugaan pelanggaran KEPPH .  

Perubahan dalam undang-undang ini menunjukkan adanya upaya berkelanjutan untuk memperkuat peran KY dalam menjaga integritas peradilan. Pemberian kewenangan yang lebih jelas dan tegas, termasuk dalam hal investigasi, diharapkan dapat meningkatkan efektivitas KY dalam menjalankan mandat konstitusionalnya. Namun, perlu dicatat bahwa implementasi kewenangan ini juga memerlukan pengawasan yang ketat untuk menghindari potensi penyalahgunaan dan tetap menjamin hak-hak individu.

4. Peraturan Perundang-Undangan Lain yang Terkait

  • 4.1. Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman (UU No. 48 Tahun 2009)

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman merupakan landasan hukum yang lebih luas bagi penyelenggaraan kekuasaan kehakiman di Indonesia . Undang-undang ini menegaskan prinsip kemerdekaan kekuasaan kehakiman dan mengatur berbagai aspek terkait lembaga peradilan, termasuk Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Dalam konteks Komisi Yudisial, UU Kekuasaan Kehakiman membedakan antara pengawasan internal yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dan pengawasan eksternal yang menjadi wewenang Komisi Yudisial . Pasal 39 UU 48/2009 menyebutkan bahwa Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan dan pengawasan internal atas tingkah laku hakim . Sementara itu, Pasal 40 ayat (1) menyatakan bahwa Komisi Yudisial berwenang melakukan pengawasan eksternal dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim . Pembagian tugas pengawasan ini menunjukkan adanya sistem pengawasan berlapis dalam menjaga integritas hakim.  

  • 4.2. Undang-Undang tentang Mahkamah Agung (UU No. 14 Tahun 1985 dan perubahannya)

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung beserta perubahannya mengatur mengenai susunan, kedudukan, tugas, dan wewenang Mahkamah Agung sebagai pengadilan negara tertinggi. Undang-undang ini relevan bagi Komisi Yudisial terutama dalam konteks pengusulan calon hakim agung. Meskipun UU Mahkamah Agung tidak secara detail mengatur peran KY dalam proses seleksi, keberadaan KY sebagai pengusul calon hakim agung merupakan bagian integral dari mekanisme pengisian jabatan hakim agung. Kerja sama dan koordinasi antara KY dan MA penting dalam memastikan proses pengangkatan hakim agung berjalan lancar dan menghasilkan kandidat yang berkualitas dan berintegritas.  

  • 4.3. Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) dan Peraturan Komisi Yudisial

Selain undang-undang, terdapat berbagai Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) dan Peraturan Komisi Yudisial yang lebih lanjut mengatur teknis pelaksanaan tugas dan wewenang kedua lembaga ini, termasuk dalam hal pengawasan hakim. Misalnya, PERMA Nomor 7 Tahun 2016 tentang Penegakan Disiplin Kerja Hakim dan PERMA Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pengawasan dan Pembinaan Atasan Langsung di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di Bawahnya mengatur mekanisme pengawasan internal di lingkungan peradilan. Sementara itu, Komisi Yudisial juga menerbitkan berbagai peraturan, seperti Peraturan Komisi Yudisial Nomor 3 Tahun 2024 tentang Pemantauan Perilaku Hakim , yang mengatur secara detail mengenai tata cara pemantauan yang dilakukan oleh KY, termasuk penerimaan permohonan, pengajuan inisiatif pemantauan, pengumpulan informasi, dan pelaporan.  

  • 4.4. Peraturan Presiden (Perpres) tentang Komisi Yudisial

Beberapa Peraturan Presiden juga diterbitkan terkait dengan aspek administratif dan organisasi Komisi Yudisial. Contohnya adalah Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2012 tentang Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial dan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2023 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial . Peraturan-peraturan ini mengatur hal-hal seperti struktur organisasi, tata kerja, dan kesejahteraan pegawai di lingkungan Sekretariat Jenderal KY, yang mendukung pelaksanaan tugas-tugas utama KY.  

5. Peran Komisi Yudisial dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Komisi Yudisial memainkan peran yang sangat penting dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, terutama sebagai lembaga yang menjaga integritas dan kemandirian kekuasaan kehakiman . Perannya dapat dilihat dari dua aspek utama: pertama, sebagai lembaga yang terlibat dalam proses pengangkatan hakim agung, dan kedua, sebagai lembaga yang melakukan pengawasan eksternal terhadap perilaku hakim. Pembentukan KY merupakan bagian dari upaya reformasi peradilan yang bertujuan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi oleh lembaga peradilan, termasuk isu korupsi dan rendahnya kepercayaan publik . Dengan adanya KY, diharapkan tercipta mekanisme kontrol yang lebih efektif terhadap hakim, sehingga dapat meningkatkan kualitas putusan dan kepercayaan masyarakat terhadap peradilan. Meskipun KY memiliki legitimasi konstitusional yang kuat , efektivitasnya dalam menjalankan fungsi pengawasan sempat mengalami tantangan akibat putusan Mahkamah Konstitusi yang membatasi beberapa kewenangannya . Namun, perubahan dalam Undang-Undang tentang Komisi Yudisial menunjukkan adanya komitmen untuk memperkuat kembali peran KY dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.  

6. Fungsi-Fungsi Komisi Yudisial

  • 6.1. Mengusulkan Pengangkatan Hakim Agung dan Hakim Ad Hoc di Mahkamah Agung

Salah satu fungsi utama Komisi Yudisial adalah mengusulkan calon hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan . Proses pengusulan ini merupakan tahapan krusial dalam mengisi jabatan hakim di tingkat tertinggi. KY bertugas melakukan seleksi terhadap para calon berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, termasuk integritas, kepribadian yang tidak tercela, kompetensi di bidang hukum, dan pengalaman . Usulan KY kemudian diajukan kepada DPR, yang memiliki kewenangan untuk memberikan persetujuan. Fungsi ini menempatkan KY sebagai filter awal dalam memastikan bahwa calon hakim agung yang diajukan memiliki kualitas yang diharapkan.  

  • 6.2. Menjaga dan Menegakkan Kehormatan, Keluhuran Martabat, serta Perilaku Hakim

Fungsi lain yang sangat penting dari Komisi Yudisial adalah menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim . Fungsi ini mencakup berbagai kegiatan, mulai dari menerima laporan atau pengaduan dari masyarakat terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim, melakukan verifikasi dan investigasi terhadap laporan tersebut, hingga memberikan rekomendasi sanksi kepada Mahkamah Agung jika terbukti adanya pelanggaran . Fungsi ini bersifat preventif dan represif . Secara preventif, KY berupaya untuk mencegah terjadinya pelanggaran dengan mensosialisasikan kode etik dan pedoman perilaku hakim. Secara represif, KY menindaklanjuti laporan pelanggaran yang terjadi. Namun, perlu dicatat bahwa kewenangan KY dalam memberikan sanksi secara langsung terbatas, karena usulan penjatuhan sanksi, terutama pemberhentian, harus diajukan kepada Mahkamah Agung .  

  • 6.3. Menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) bersama-sama dengan Mahkamah Agung

Komisi Yudisial memiliki fungsi untuk menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) bersama-sama dengan Mahkamah Agung . KEPPH ini merupakan panduan bagi para hakim dalam menjalankan tugas profesinya dan dalam berinteraksi dengan masyarakat di luar kedinasan. Penetapan KEPPH secara bersama menunjukkan adanya sinergi antara KY dan MA dalam menciptakan standar etika yang harus dipatuhi oleh seluruh hakim. KEPPH menjadi acuan dalam menilai perilaku hakim dan menindaklanjuti adanya dugaan pelanggaran.  

  • 6.4. Melakukan Pemantauan dan Pengawasan terhadap Perilaku Hakim

Komisi Yudisial bertugas melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim . Pemantauan ini dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung, serta secara terbuka maupun tertutup . KY dapat menerima laporan dari masyarakat, melakukan pengumpulan informasi, dan berkoordinasi dengan pengadilan dalam rangka pengawasan. Peraturan Komisi Yudisial Nomor 3 Tahun 2024 secara detail mengatur mekanisme pemantauan ini, termasuk penggunaan rekaman audio dan/atau visual dalam proses persidangan . Tujuan dari pemantauan ini adalah untuk mendeteksi adanya potensi pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim serta untuk menjaga integritas peradilan.  

  • 6.5. Fungsi Lain

Selain fungsi-fungsi utama di atas, Komisi Yudisial juga memiliki fungsi lain, seperti mengupayakan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim . Hal ini menunjukkan bahwa peran KY tidak hanya terbatas pada pengawasan dan penindakan, tetapi juga mencakup upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di lingkungan peradilan. KY juga memiliki wewenang untuk mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim .  

7. Tugas-Tugas Spesifik Komisi Yudisial

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011, Komisi Yudisial memiliki beberapa tugas spesifik dalam menjalankan fungsinya :  

  • Melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim. Tugas ini merupakan implementasi dari fungsi menjaga kehormatan dan perilaku hakim. KY secara aktif melakukan pemantauan terhadap jalannya persidangan, perilaku hakim di dalam maupun di luar persidangan, serta respons terhadap laporan masyarakat .  
  • Menerima laporan dari masyarakat berkaitan dengan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. KY menyediakan mekanisme bagi masyarakat untuk menyampaikan laporan atau pengaduan jika memiliki informasi mengenai dugaan pelanggaran etika oleh hakim.
  • Melakukan verifikasi, klarifikasi, dan investigasi terhadap laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim secara tertutup. Setelah menerima laporan, KY melakukan proses verifikasi awal, meminta klarifikasi dari pihak terkait, dan jika diperlukan, melakukan investigasi secara tertutup untuk mengumpulkan bukti dan informasi yang lebih mendalam.
  • Memutus benar tidaknya laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Berdasarkan hasil verifikasi, klarifikasi, dan investigasi, KY akan membuat keputusan mengenai benar atau tidaknya laporan dugaan pelanggaran tersebut.
  • Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim. Jika terdapat pihak-pihak yang melakukan tindakan yang merendahkan martabat hakim, KY berwenang untuk mengambil langkah hukum atau langkah lain yang dianggap perlu.
  • Mengupayakan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim. KY juga memiliki tugas untuk berpartisipasi dalam upaya meningkatkan kompetensi profesional hakim melalui berbagai program pelatihan dan pengembangan, serta memperhatikan kesejahteraan mereka.

8. Wewenang Komisi Yudisial dan Batasannya

  • 8.1. Wewenang Mengusulkan Hakim

Komisi Yudisial memiliki wewenang konstitusional dan legal untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada Dewan Perwakilan Rakyat . Wewenang ini sangat krusial karena KY berperan sebagai pintu gerbang pertama dalam proses seleksi hakim di tingkat tertinggi, yang diharapkan dapat menyaring calon-calon terbaik dari segi kompetensi dan integritas.  

  • 8.2. Wewenang dalam Menjaga Kehormatan dan Perilaku Hakim

Dalam rangka menjaga kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, KY memiliki wewenang untuk melakukan investigasi terhadap dugaan pelanggaran etika, termasuk meminta keterangan dan data dari badan peradilan dan hakim . Lebih lanjut, UU 18/2011 memberikan KY wewenang untuk meminta bantuan aparat penegak hukum dalam melakukan penyadapan dan perekaman pembicaraan jika ada dugaan pelanggaran KEPPH . Namun, wewenang KY dalam menjatuhkan sanksi memiliki batasan. KY tidak dapat secara langsung memberhentikan hakim. Berdasarkan UU 18/2011, KY hanya berwenang mengusulkan penjatuhan sanksi kepada Mahkamah Agung. Untuk sanksi berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat, usulan KY diajukan kepada Majelis Kehormatan Hakim .  

  • 8.3. Batasan Wewenang: Hubungan dengan Lembaga Peradilan Lain

Wewenang Komisi Yudisial juga memiliki batasan dalam hubungannya dengan lembaga peradilan lain, terutama Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi melalui putusannya telah memberikan interpretasi bahwa KY tidak berwenang mengawasi hakim konstitusi, dengan mendasarkan pada struktur pasal dalam UUD NRI Tahun 1945 . Selain itu, terdapat pemisahan antara pengawasan eksternal oleh KY dan pengawasan internal oleh Mahkamah Agung . Mahkamah Agung memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan internal terhadap tingkah laku hakim . Meskipun demikian, koordinasi antara KY dan MA tetap diperlukan dalam menangani kasus-kasus pelanggaran etika hakim, terutama dalam hal penjatuhan sanksi . Awalnya, UU 22/2004 memiliki maksud agar kewenangan KY mencakup hakim agung dan hakim konstitusi , namun interpretasi MK membatasi hal tersebut.  

9. Kesimpulan

Komisi Yudisial memegang peranan krusial dalam menjaga integritas dan kemandirian kekuasaan kehakiman di Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011, KY memiliki fungsi utama dalam mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung, serta menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim.

Tugas-tugas spesifik KY meliputi pemantauan, penerimaan laporan masyarakat, investigasi dugaan pelanggaran etik, dan pengambilan langkah hukum terhadap pihak yang merendahkan martabat hakim. Meskipun memiliki wewenang yang signifikan, KY juga memiliki batasan, terutama dalam hal penjatuhan sanksi dan pengawasan terhadap hakim konstitusi. Efektivitas KY sangat bergantung pada koordinasi yang baik dengan lembaga peradilan lain, khususnya Mahkamah Agung.

Tantangan ke depan bagi KY adalah terus memperkuat perannya dalam mewujudkan peradilan yang bersih dan berwibawa, serta mengatasi berbagai kendala yang mungkin timbul dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya. Keberadaan KY tetap menjadi pilar penting dalam upaya menciptakan sistem peradilan yang adil dan terpercaya di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan

1. Pendahuluan: Konteks dan Urgensi Pemahaman Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Hukum ketenagakerjaan memegang peranan sentral sebagai salah s...