1.
Pendahuluan
Komisi Yudisial (KY) merupakan sebuah lembaga negara yang memiliki peran sentral dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, khususnya dalam menjaga kemandirian dan integritas lembaga peradilan. Pembentukannya merupakan respons terhadap kebutuhan akan peradilan yang bersih, kredibel, dan independen, yang dianggap sebagai pilar utama dalam menegakkan supremasi hukum . Keberadaannya secara konstitusional diamanatkan melalui amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menandai babak baru dalam upaya reformasi sektor peradilan di Indonesia .
Mandat utama KY, sebagaimana tertuang dalam
konstitusi, adalah mengusulkan pengangkatan hakim agung dan memiliki wewenang
lain dalam rangka menjaga serta menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, dan
perilaku hakim . Laporan ini bertujuan untuk menganalisis secara komprehensif
peran, fungsi, tugas, dan wewenang Komisi Yudisial berdasarkan Undang-Undang
Dasar 1945, berbagai undang-undang terkait, serta peraturan perundang-undangan
lainnya yang relevan. Analisis ini akan mencakup landasan konstitusional KY,
kerangka legislatif yang mengaturnya, fungsi-fungsi operasionalnya, tugas-tugas
spesifik yang diemban, batasan-batasan wewenangnya, serta perannya secara
keseluruhan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
2.
Landasan Konstitusional Komisi Yudisial
- 2.1.
Dasar Konstitusional Langsung: Pasal 24B UUD 1945
Pasal 24B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara eksplisit mengatur keberadaan dan kewenangan utama Komisi Yudisial. Pasal tersebut menyatakan, “Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim” . Ketentuan ini menggarisbawahi beberapa aspek krusial terkait KY.
Pertama, sifat
kemandirian yang melekat pada KY memberikan kebebasan kepada lembaga ini
untuk menjalankan tugas dan fungsinya tanpa intervensi dari pihak lain,
termasuk cabang-cabang kekuasaan negara lainnya . Kemandirian ini esensial agar
KY dapat bertindak secara objektif dan imparsial dalam mengawasi dan menjaga
integritas hakim. Kedua, KY memiliki kewenangan untuk mengusulkan
pengangkatan hakim agung kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk
mendapatkan persetujuan . Kewenangan ini menempatkan KY pada posisi strategis
dalam proses rekrutmen hakim agung, yang secara langsung mempengaruhi kualitas
dan integritas Mahkamah Agung sebagai pengadilan tertinggi di Indonesia.
Ketiga, frasa "mempunyai wewenang lain" memberikan landasan
konstitusional yang luas bagi pembentukan kewenangan-kewenangan KY lainnya
melalui undang-undang, khususnya dalam rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim . Pasal 24A ayat (3) UUD
1945 lebih lanjut menegaskan peran KY dalam proses pengangkatan hakim agung
dengan menyatakan, “Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan
Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan
sebagai hakim agung oleh Presiden” . Hal ini menunjukkan bahwa KY merupakan
satu-satunya lembaga yang berwenang mengusulkan nama calon hakim agung kepada
DPR.
- 2.2.
Referensi Konstitusional Tidak Langsung
Selain Pasal 24B, beberapa pasal lain dalam UUD 1945 secara tidak langsung berkaitan dengan keberadaan dan fungsi Komisi Yudisial. Pasal 24 UUD 1945 menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan . Keberadaan KY, dengan mandatnya untuk menjaga perilaku hakim, secara langsung mendukung prinsip kemerdekaan kekuasaan kehakiman. Hakim yang berintegritas dan berperilaku baik akan lebih mampu menjalankan tugasnya secara independen dan tanpa tekanan yang tidak semestinya. Pasal 24A UUD 1945 mengatur tentang Mahkamah Agung sebagai pemegang kekuasaan kehakiman di tingkat kasasi dan lembaga yang berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang .
Peran KY dalam mengusulkan calon hakim agung secara langsung mempengaruhi
komposisi dan kualitas Mahkamah Agung, yang pada gilirannya berdampak pada
penyelenggaraan kekuasaan kehakiman secara keseluruhan. Pasal 24C UUD 1945
mengatur mengenai Mahkamah Konstitusi . Meskipun KY secara eksplisit
tidak diberikan kewenangan untuk mengawasi hakim konstitusi berdasarkan
interpretasi Mahkamah Konstitusi sendiri , keberadaan KY sebagai lembaga
pengawas eksternal terhadap hakim secara umum menunjukkan adanya semangat konstitusional
untuk meningkatkan akuntabilitas dan integritas seluruh pelaku kekuasaan
kehakiman.
3.
Undang-Undang tentang Komisi Yudisial
- 3.1.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial
Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2004 merupakan undang-undang pertama yang secara khusus mengatur
tentang Komisi Yudisial setelah pembentukannya melalui amandemen UUD 1945 .
Undang-undang ini menjabarkan lebih lanjut mengenai kedudukan, susunan, tugas,
dan wewenang KY. Meskipun kemudian diubah oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2011, UU 22/2004 meletakkan dasar bagi operasionalisasi KY, termasuk mekanisme
pengusulan calon hakim agung dan pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap
perilaku hakim.
- 3.2.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial
Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2011 merupakan perubahan atas UU Nomor 22 Tahun 2004 dan menjadi
landasan hukum utama yang mengatur Komisi Yudisial saat ini . Perubahan ini
dilakukan dengan tujuan untuk memperjelas dan memperkuat tugas dan fungsi KY,
terutama dalam menjabarkan "wewenang lain" sebagaimana dimaksud dalam
UUD 1945 . Berdasarkan UU 18/2011, KY memiliki wewenang untuk
mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada
DPR, menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim, menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH)
bersama-sama dengan Mahkamah Agung, dan menjaga serta menegakkan pelaksanaan
KEPPH . Selain itu, UU 18/2011 juga mengatur tugas KY, yang meliputi
melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim, menerima laporan
dari masyarakat terkait pelanggaran KEPPH, melakukan verifikasi, klarifikasi,
dan investigasi secara tertutup terhadap laporan tersebut, memutus benar
tidaknya laporan dugaan pelanggaran, mengambil langkah hukum terhadap pihak
yang merendahkan kehormatan hakim, serta mengupayakan peningkatan kapasitas dan
kesejahteraan hakim . Secara signifikan, UU ini juga memberikan kewenangan
kepada KY untuk meminta bantuan aparat penegak hukum dalam melakukan penyadapan
dan perekaman pembicaraan dalam hal adanya dugaan pelanggaran KEPPH .
Perubahan
dalam undang-undang ini menunjukkan adanya upaya berkelanjutan untuk memperkuat
peran KY dalam menjaga integritas peradilan. Pemberian kewenangan yang lebih
jelas dan tegas, termasuk dalam hal investigasi, diharapkan dapat meningkatkan
efektivitas KY dalam menjalankan mandat konstitusionalnya. Namun, perlu dicatat
bahwa implementasi kewenangan ini juga memerlukan pengawasan yang ketat untuk
menghindari potensi penyalahgunaan dan tetap menjamin hak-hak individu.
4.
Peraturan Perundang-Undangan Lain yang Terkait
- 4.1.
Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman (UU No. 48 Tahun 2009)
Undang-Undang
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman merupakan landasan hukum yang
lebih luas bagi penyelenggaraan kekuasaan kehakiman di Indonesia .
Undang-undang ini menegaskan prinsip kemerdekaan kekuasaan kehakiman dan
mengatur berbagai aspek terkait lembaga peradilan, termasuk Mahkamah Agung dan
Mahkamah Konstitusi. Dalam konteks Komisi Yudisial, UU Kekuasaan Kehakiman
membedakan antara pengawasan internal yang dilakukan oleh Mahkamah Agung
dan pengawasan eksternal yang menjadi wewenang Komisi Yudisial . Pasal
39 UU 48/2009 menyebutkan bahwa Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi
terhadap penyelenggaraan peradilan dan pengawasan internal atas tingkah laku
hakim . Sementara itu, Pasal 40 ayat (1) menyatakan bahwa Komisi Yudisial
berwenang melakukan pengawasan eksternal dalam rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim . Pembagian tugas
pengawasan ini menunjukkan adanya sistem pengawasan berlapis dalam menjaga
integritas hakim.
- 4.2.
Undang-Undang tentang Mahkamah Agung (UU No. 14 Tahun 1985 dan
perubahannya)
Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung beserta perubahannya mengatur
mengenai susunan, kedudukan, tugas, dan wewenang Mahkamah Agung sebagai
pengadilan negara tertinggi. Undang-undang ini relevan bagi Komisi Yudisial
terutama dalam konteks pengusulan calon hakim agung. Meskipun UU Mahkamah Agung
tidak secara detail mengatur peran KY dalam proses seleksi, keberadaan KY
sebagai pengusul calon hakim agung merupakan bagian integral dari mekanisme
pengisian jabatan hakim agung. Kerja sama dan koordinasi antara KY dan MA
penting dalam memastikan proses pengangkatan hakim agung berjalan lancar dan
menghasilkan kandidat yang berkualitas dan berintegritas.
- 4.3.
Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) dan Peraturan Komisi Yudisial
Selain
undang-undang, terdapat berbagai Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) dan Peraturan
Komisi Yudisial yang lebih lanjut mengatur teknis pelaksanaan tugas dan
wewenang kedua lembaga ini, termasuk dalam hal pengawasan hakim. Misalnya,
PERMA Nomor 7 Tahun 2016 tentang Penegakan Disiplin Kerja Hakim dan PERMA Nomor
8 Tahun 2016 tentang Pengawasan dan Pembinaan Atasan Langsung di Lingkungan
Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di Bawahnya mengatur mekanisme pengawasan
internal di lingkungan peradilan. Sementara itu, Komisi Yudisial juga
menerbitkan berbagai peraturan, seperti Peraturan Komisi Yudisial Nomor 3 Tahun
2024 tentang Pemantauan Perilaku Hakim , yang mengatur secara detail mengenai
tata cara pemantauan yang dilakukan oleh KY, termasuk penerimaan permohonan,
pengajuan inisiatif pemantauan, pengumpulan informasi, dan pelaporan.
- 4.4.
Peraturan Presiden (Perpres) tentang Komisi Yudisial
Beberapa
Peraturan Presiden juga diterbitkan terkait dengan aspek administratif dan
organisasi Komisi Yudisial. Contohnya adalah Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun
2012 tentang Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial dan Peraturan Presiden Nomor
64 Tahun 2023 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Sekretariat
Jenderal Komisi Yudisial . Peraturan-peraturan ini mengatur hal-hal seperti
struktur organisasi, tata kerja, dan kesejahteraan pegawai di lingkungan
Sekretariat Jenderal KY, yang mendukung pelaksanaan tugas-tugas utama KY.
5.
Peran Komisi Yudisial dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Komisi
Yudisial memainkan peran yang sangat penting dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia, terutama sebagai lembaga yang menjaga integritas dan kemandirian
kekuasaan kehakiman . Perannya dapat dilihat dari dua aspek utama: pertama,
sebagai lembaga yang terlibat dalam proses pengangkatan hakim agung, dan kedua,
sebagai lembaga yang melakukan pengawasan eksternal terhadap perilaku hakim.
Pembentukan KY merupakan bagian dari upaya reformasi peradilan yang bertujuan
untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi oleh lembaga peradilan,
termasuk isu korupsi dan rendahnya kepercayaan publik . Dengan adanya KY,
diharapkan tercipta mekanisme kontrol yang lebih efektif terhadap hakim,
sehingga dapat meningkatkan kualitas putusan dan kepercayaan masyarakat terhadap
peradilan. Meskipun KY memiliki legitimasi konstitusional yang kuat ,
efektivitasnya dalam menjalankan fungsi pengawasan sempat mengalami tantangan
akibat putusan Mahkamah Konstitusi yang membatasi beberapa kewenangannya .
Namun, perubahan dalam Undang-Undang tentang Komisi Yudisial menunjukkan adanya
komitmen untuk memperkuat kembali peran KY dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia.
6.
Fungsi-Fungsi Komisi Yudisial
- 6.1.
Mengusulkan Pengangkatan Hakim Agung dan Hakim Ad Hoc di Mahkamah Agung
Salah
satu fungsi utama Komisi Yudisial adalah mengusulkan calon hakim agung dan
hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan .
Proses pengusulan ini merupakan tahapan krusial dalam mengisi jabatan hakim di
tingkat tertinggi. KY bertugas melakukan seleksi terhadap para calon
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, termasuk integritas, kepribadian
yang tidak tercela, kompetensi di bidang hukum, dan pengalaman . Usulan KY
kemudian diajukan kepada DPR, yang memiliki kewenangan untuk memberikan
persetujuan. Fungsi ini menempatkan KY sebagai filter awal dalam memastikan
bahwa calon hakim agung yang diajukan memiliki kualitas yang diharapkan.
- 6.2.
Menjaga dan Menegakkan Kehormatan, Keluhuran Martabat, serta Perilaku
Hakim
Fungsi
lain yang sangat penting dari Komisi Yudisial adalah menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim . Fungsi ini mencakup
berbagai kegiatan, mulai dari menerima laporan atau pengaduan dari masyarakat
terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim, melakukan verifikasi dan
investigasi terhadap laporan tersebut, hingga memberikan rekomendasi sanksi
kepada Mahkamah Agung jika terbukti adanya pelanggaran . Fungsi ini bersifat
preventif dan represif . Secara preventif, KY berupaya untuk mencegah
terjadinya pelanggaran dengan mensosialisasikan kode etik dan pedoman perilaku
hakim. Secara represif, KY menindaklanjuti laporan pelanggaran yang terjadi.
Namun, perlu dicatat bahwa kewenangan KY dalam memberikan sanksi secara
langsung terbatas, karena usulan penjatuhan sanksi, terutama pemberhentian,
harus diajukan kepada Mahkamah Agung .
- 6.3.
Menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) bersama-sama
dengan Mahkamah Agung
Komisi
Yudisial memiliki fungsi untuk menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku
Hakim (KEPPH) bersama-sama dengan Mahkamah Agung . KEPPH ini merupakan panduan
bagi para hakim dalam menjalankan tugas profesinya dan dalam berinteraksi
dengan masyarakat di luar kedinasan. Penetapan KEPPH secara bersama menunjukkan
adanya sinergi antara KY dan MA dalam menciptakan standar etika yang harus
dipatuhi oleh seluruh hakim. KEPPH menjadi acuan dalam menilai perilaku hakim
dan menindaklanjuti adanya dugaan pelanggaran.
- 6.4.
Melakukan Pemantauan dan Pengawasan terhadap Perilaku Hakim
Komisi
Yudisial bertugas melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim .
Pemantauan ini dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung, serta
secara terbuka maupun tertutup . KY dapat menerima laporan dari masyarakat,
melakukan pengumpulan informasi, dan berkoordinasi dengan pengadilan dalam
rangka pengawasan. Peraturan Komisi Yudisial Nomor 3 Tahun 2024 secara detail
mengatur mekanisme pemantauan ini, termasuk penggunaan rekaman audio dan/atau
visual dalam proses persidangan . Tujuan dari pemantauan ini adalah untuk
mendeteksi adanya potensi pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim
serta untuk menjaga integritas peradilan.
- 6.5.
Fungsi Lain
Selain
fungsi-fungsi utama di atas, Komisi Yudisial juga memiliki fungsi lain, seperti
mengupayakan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim . Hal ini
menunjukkan bahwa peran KY tidak hanya terbatas pada pengawasan dan penindakan,
tetapi juga mencakup upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di
lingkungan peradilan. KY juga memiliki wewenang untuk mengambil langkah hukum
dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan
hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim .
7.
Tugas-Tugas Spesifik Komisi Yudisial
Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011, Komisi Yudisial memiliki beberapa tugas
spesifik dalam menjalankan fungsinya :
- Melakukan
pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim. Tugas ini merupakan implementasi
dari fungsi menjaga kehormatan dan perilaku hakim. KY secara aktif
melakukan pemantauan terhadap jalannya persidangan, perilaku hakim di
dalam maupun di luar persidangan, serta respons terhadap laporan
masyarakat .
- Menerima
laporan dari masyarakat berkaitan dengan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman
Perilaku Hakim. KY
menyediakan mekanisme bagi masyarakat untuk menyampaikan laporan atau
pengaduan jika memiliki informasi mengenai dugaan pelanggaran etika oleh
hakim.
- Melakukan
verifikasi, klarifikasi, dan investigasi terhadap laporan dugaan
pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim secara tertutup. Setelah menerima laporan, KY
melakukan proses verifikasi awal, meminta klarifikasi dari pihak terkait,
dan jika diperlukan, melakukan investigasi secara tertutup untuk
mengumpulkan bukti dan informasi yang lebih mendalam.
- Memutus
benar tidaknya laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku
Hakim. Berdasarkan
hasil verifikasi, klarifikasi, dan investigasi, KY akan membuat keputusan
mengenai benar atau tidaknya laporan dugaan pelanggaran tersebut.
- Mengambil
langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok
orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat
hakim. Jika
terdapat pihak-pihak yang melakukan tindakan yang merendahkan martabat
hakim, KY berwenang untuk mengambil langkah hukum atau langkah lain yang
dianggap perlu.
- Mengupayakan
peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim. KY juga memiliki tugas untuk
berpartisipasi dalam upaya meningkatkan kompetensi profesional hakim
melalui berbagai program pelatihan dan pengembangan, serta memperhatikan
kesejahteraan mereka.
8.
Wewenang Komisi Yudisial dan Batasannya
- 8.1.
Wewenang Mengusulkan Hakim
Komisi
Yudisial memiliki wewenang konstitusional dan legal untuk mengusulkan
pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada Dewan
Perwakilan Rakyat . Wewenang ini sangat krusial karena KY berperan sebagai
pintu gerbang pertama dalam proses seleksi hakim di tingkat tertinggi, yang
diharapkan dapat menyaring calon-calon terbaik dari segi kompetensi dan
integritas.
- 8.2.
Wewenang dalam Menjaga Kehormatan dan Perilaku Hakim
Dalam
rangka menjaga kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, KY
memiliki wewenang untuk melakukan investigasi terhadap dugaan pelanggaran
etika, termasuk meminta keterangan dan data dari badan peradilan dan hakim .
Lebih lanjut, UU 18/2011 memberikan KY wewenang untuk meminta bantuan aparat
penegak hukum dalam melakukan penyadapan dan perekaman pembicaraan jika ada
dugaan pelanggaran KEPPH . Namun, wewenang KY dalam menjatuhkan sanksi memiliki
batasan. KY tidak dapat secara langsung memberhentikan hakim. Berdasarkan UU
18/2011, KY hanya berwenang mengusulkan penjatuhan sanksi kepada Mahkamah
Agung. Untuk sanksi berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat, usulan KY
diajukan kepada Majelis Kehormatan Hakim .
- 8.3.
Batasan Wewenang: Hubungan dengan Lembaga Peradilan Lain
Wewenang
Komisi Yudisial juga memiliki batasan dalam hubungannya dengan lembaga
peradilan lain, terutama Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah
Konstitusi melalui putusannya telah memberikan interpretasi bahwa KY tidak
berwenang mengawasi hakim konstitusi, dengan mendasarkan pada struktur pasal
dalam UUD NRI Tahun 1945 . Selain itu, terdapat pemisahan antara pengawasan
eksternal oleh KY dan pengawasan internal oleh Mahkamah Agung . Mahkamah Agung
memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan internal terhadap tingkah laku
hakim . Meskipun demikian, koordinasi antara KY dan MA tetap diperlukan dalam
menangani kasus-kasus pelanggaran etika hakim, terutama dalam hal penjatuhan
sanksi . Awalnya, UU 22/2004 memiliki maksud agar kewenangan KY mencakup hakim
agung dan hakim konstitusi , namun interpretasi MK membatasi hal tersebut.
9.
Kesimpulan
Komisi
Yudisial memegang peranan krusial dalam menjaga integritas dan kemandirian
kekuasaan kehakiman di Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011, KY memiliki fungsi utama dalam mengusulkan
pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung, serta menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim.
Tugas-tugas
spesifik KY meliputi pemantauan, penerimaan laporan masyarakat, investigasi
dugaan pelanggaran etik, dan pengambilan langkah hukum terhadap pihak yang
merendahkan martabat hakim. Meskipun memiliki wewenang yang signifikan, KY juga
memiliki batasan, terutama dalam hal penjatuhan sanksi dan pengawasan terhadap
hakim konstitusi. Efektivitas KY sangat bergantung pada koordinasi yang baik
dengan lembaga peradilan lain, khususnya Mahkamah Agung.
Tantangan
ke depan bagi KY adalah terus memperkuat perannya dalam mewujudkan peradilan
yang bersih dan berwibawa, serta mengatasi berbagai kendala yang mungkin timbul
dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya. Keberadaan KY tetap menjadi pilar
penting dalam upaya menciptakan sistem peradilan yang adil dan terpercaya di
Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar