Pendahuluan
Tulisanini bertujuan untuk memberikan penjelasan komprehensif tentang sistem hukum Islam (Syariah) dan perbandingannya dengan sistem hukum civil law dan common law. Materi tulisan meliputi definisi, prinsip dasar, sumber hukum, dan mazhab dalam hukum Islam, serta definisi, karakteristik utama, sejarah, dan perkembangan sistem hukum civil law dan common law. Tulisan ini juga akan membandingkan dan mengkontraskan ketiga sistem hukum ini dalam hal sumber hukum, metodologi, dan peran hakim.
Definisi dan Prinsip-Prinsip Dasar Sistem Hukum Islam
(Syariah)
Secara etimologis, Syariah dalam diskursus Islam merujuk
pada peraturan agama yang mengatur kehidupan umat Islam . Bagi banyak Muslim,
kata ini secara sederhana berarti "keadilan," dan mereka menganggap
hukum apa pun yang mempromosikan keadilan dan kesejahteraan sosial sesuai
dengan Syariah . Hukum Islam, yang umumnya dikenal sebagai Syariah, mengatur
perilaku interpersonal dan praktik ritual umat Islam . Di beberapa negara,
Syariah juga merupakan hukum yang berlaku, sementara negara lain menerapkan
hukum Islam pada bidang-bidang tertentu, seperti status pribadi atau keuangan .
Syariah dipandang sebagai jalan yang harus diikuti, analog
dengan istilah Ibrani Halakhah . Tujuan utama Syariah adalah untuk
mencapai keadilan, kejujuran, dan rahmat . Lima tujuan utama Syariah adalah
perlindungan praktik agama yang benar, jiwa, akal, keluarga, serta kekayaan
pribadi dan komunal. Pengakuan terhadap adat istiadat lokal yang baik di
seluruh dunia merupakan salah satu dari lima prinsip dasar Syariah menurut
semua mazhab hukum Islam . Syariah sangat berkaitan dengan ibadah pribadi
seperti salat dan puasa .
Prinsip-prinsip dasar hukum Islam mencakup keyakinan bahwa
hukum ini adalah wahyu ilahi yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad .
Islam menekankan pentingnya pengetahuan sebagai dasar pembangunan manusia dan
kunci pertumbuhan budaya serta peradaban. Syariah mencakup berbagai aspek
kehidupan, termasuk ibadah, transaksi komersial, sistem politik, hukum
keluarga, serta konsep pelanggaran, kejahatan, dan hukuman. Hukum Islam
bertujuan untuk mengembangkan masyarakat di mana kesetaraan dan keadilan terjamin
bagi setiap individu. Lebih lanjut, Syariah mengklasifikasikan semua tindakan
manusia ke dalam lima kategori yang berbeda: wajib, dianjurkan, diperbolehkan,
tidak dianjurkan, dan dilarang .
Sumber-Sumber Utama Hukum Islam
Hukum Islam bersumber terutama dari dua sumber tekstual:
Al-Quran dan Sunnah . Ketika dihadapkan pada pertanyaan hukum, para ulama
pertama-tama merujuk pada Al-Quran .
Al-Quran
Al-Quran, kitab suci Islam, diyakini oleh umat Islam sebagai
firman Allah yang langsung dan tidak diubah, yang diwahyukan kepada Nabi
Muhammad melalui Malaikat Jibril selama dua puluh tiga tahun di abad ketujuh di
Arab . Al-Quran dianggap sebagai sumber utama dan terpenting dari hukum Islam .
Kitab ini menetapkan dasar moral, filosofis, sosial, politik, dan ekonomi di
mana suatu masyarakat harus dibangun . Ayat-ayat yang diturunkan di Mekah
berkaitan dengan masalah filosofis dan teologis, sedangkan yang diturunkan di
Madinah berkaitan dengan hukum sosial-ekonomi . Al-Quran ditulis dan
dilestarikan selama masa hidup Nabi Muhammad, dan dikumpulkan tidak lama
setelah kematian beliau . Meskipun demikian, teks suci ini lebih pendek dari
Perjanjian Baru dan tidak sepenuhnya bersifat hukum; hanya sekitar 10 persen
yang dikhususkan untuk perintah yang tepat . Tugas menafsirkan Al-Quran telah
menghasilkan berbagai pendapat dan penilaian . Interpretasi ayat-ayat oleh para
sahabat Nabi bagi Sunni dan para Imam bagi Syiah dianggap paling otentik,
karena mereka mengetahui mengapa, di mana, dan pada kesempatan apa setiap ayat
diturunkan .
As-Sunnah
Sunnah, sumber penting berikutnya, umumnya didefinisikan
sebagai "tradisi dan kebiasaan Muhammad" atau "perkataan,
tindakan, dan persetujuan diam-diam darinya" . Sunnah mencakup perkataan
dan ucapan sehari-hari Muhammad, tindakan beliau, persetujuan diam-diam beliau,
serta pengakuan terhadap pernyataan dan kegiatan . Menurut para ahli hukum
Syiah, Sunnah juga mencakup perkataan, perbuatan, dan pengakuan dari dua belas
Imam dan Fatimah, putri Muhammad, yang diyakini tidak mungkin berbuat salah .
Justifikasi penggunaan Sunnah sebagai sumber hukum dapat ditemukan dalam
Al-Quran, yang memerintahkan umat Islam untuk mengikuti Muhammad . Selama
hidupnya, Muhammad menjelaskan bahwa tradisinya (bersama dengan Al-Quran) harus
diikuti setelah kematiannya . Mayoritas besar umat Islam menganggap Sunnah
sebagai pelengkap dan klarifikasi penting bagi Al-Quran . Dalam yurisprudensi
Islam, Al-Quran berisi banyak aturan tentang perilaku yang diharapkan dari umat
Islam, tetapi tidak ada aturan Al-Quran yang spesifik tentang banyak masalah
agama dan praktis . Umat Islam percaya bahwa mereka dapat melihat cara hidup,
atau Sunnah, Muhammad dan para sahabatnya untuk mengetahui apa yang harus
ditiru dan apa yang harus dihindari . Sebagian besar Sunnah dicatat dalam Hadis
. Awalnya, Muhammad menginstruksikan para pengikutnya untuk tidak menuliskan
tindakannya, agar mereka tidak mencampurnya dengan Al-Quran. Namun, beliau
meminta para pengikutnya untuk menyebarkan perkataannya secara lisan . Kematian
beliau menimbulkan kebingungan mengenai perilaku Muhammad, sehingga Hadis
dibentuk . Karena masalah keaslian, ilmu Hadis ('Ulum al-hadith)
didirikan sebagai metode kritik tekstual yang dikembangkan oleh para sarjana
Muslim awal dalam menentukan kebenaran laporan yang dikaitkan dengan Muhammad .
Ini dicapai dengan menganalisis teks laporan, skala transmisi laporan, jalur
transmisi laporan, dan para narator yang terlibat dalam transmisinya .
Berdasarkan kriteria ini, berbagai klasifikasi Hadis dikembangkan . Sunni dan
Syiah memiliki perbedaan pendapat mengenai Hadis mana yang valid .
Ijma (Konsensus)
Ijma (bahasa Arab: إجماع, ijmāʿ, yang berarti
'konsensus') adalah istilah Arab yang mengacu pada konsensus atau kesepakatan
komunitas Islam mengenai suatu poin hukum Islam . Umat Islam Sunni dan para
ulama menganggap ijma sebagai salah satu sumber sekunder hukum Syariah, tepat
setelah wahyu ilahi Al-Quran dan praktik kenabian yang dikenal sebagai Sunnah .
Dengan demikian, posisi mayoritas harus selalu dipertimbangkan ketika suatu
masalah tidak dapat disimpulkan dari Al-Quran atau Hadis . Ijma didefinisikan
sebagai kesepakatan di antara para ahli hukum Muslim pada suatu zaman tertentu
mengenai suatu pertanyaan hukum . Ijma dan sumber hukum lainnya digunakan hanya
jika tidak ada pedoman yang jelas atau aturan eksplisit dalam Al-Quran dan
Sunnah mengenai masalah yang sedang dipertimbangkan . Otoritas hukum ijma
berada di urutan kedua setelah Al-Quran dan Sunnah . Ada berbagai pandangan
mengenai siapa yang dianggap sebagai bagian dari konsensus ini, apakah
"konsensus hanya diperlukan di antara para ulama dari mazhab tertentu,
atau para ahli hukum, atau para ahli hukum dari era awal, atau para Sahabat,
atau para ulama secara umum, atau seluruh komunitas Muslim" . Ada dua
jenis konsensus yang dikenal: ijma al-ummah (konsensus seluruh
komunitas) dan ijma al-aimmah (konsensus oleh otoritas agama) .
Qiyas (Analogi)
Qiyas (bahasa Arab: قياس, qiyās [qiˈjaːs], yang
berarti 'analogi' atau 'pengukuran') adalah proses penalaran analogis dalam
yurisprudensi Islam . Ini adalah proses mengekstrapolasi hukum untuk keadaan
baru dengan membandingkannya dengan hukum yang secara eksplisit diatur oleh
Al-Quran, Sunnah, atau Ijma . Qiyas adalah metode deduksi yang bertujuan untuk
menemukan hukum yang ada daripada membuat hukum baru . Kebutuhan akan qiyas
berkembang segera setelah kematian Muhammad, ketika negara Islam yang
berkembang melakukan kontak dengan masyarakat dan situasi di luar cakupan
Al-Quran dan Sunnah . Dalam beberapa kasus, ijma melegitimasi suatu solusi atau
menyelesaikan suatu masalah. Namun, sangat sering, qiyas digunakan untuk
menyimpulkan keyakinan dan praktik baru berdasarkan analogi dengan praktik dan
keyakinan masa lalu . Agar qiyas dapat digunakan dalam hukum Islam, tiga hal
diperlukan: pertama, harus ada kasus baru di mana Al-Quran dan Sunnah Nabi
tidak memberikan aturan yang jelas; kedua, harus ada kasus asli yang
diselesaikan menggunakan hukm, atau aturan, dari Al-Quran, Sunnah, atau
proses Ijma; dan ketiga, harus ada illah (علّة), atau penyebab efektif,
yang sama antara kasus asli dan kasus baru .
Berbagai Mazhab atau Aliran Pemikiran dalam Yurisprudensi
Islam
Dalam seratus tahun pertama setelah kematian Nabi, doktrin
hukum dan mazhab pemikiran yurisprudensi, madhab (bentuk jamaknya madhahib),
mulai terbentuk di sekitar paradigma hukum tertentu . Mazhab yurisprudensi,
yang awalnya banyak, bergabung seiring waktu . Saat ini, terdapat dua sekte
utama dalam Islam, Sunni dan Syiah . Suni mencakup sekitar 90 persen Muslim di
seluruh dunia, sedangkan Syiah sekitar 10 persen . Perpecahan antara kedua
sekte ini terjadi setelah perselisihan mengenai kepemimpinan komunitas Muslim (ummah)
ketika Nabi Muhammad wafat pada tahun 632 M .
Mazhab Sunni
Ada empat mazhab Sunni utama: Hanafi, Syafi'i, Maliki, dan
Hambali .
- Hanafi:
Mazhab ini paling lazim dalam hal cakupan geografis dan populasi . Mazhab
Hanafi memperlakukan ketentuan Al-Quran sebagai sesuatu yang inheren
berdasarkan sifat rasional Tuhan dan, oleh karena itu, mendukung
rasionalitas manusia, dengan beberapa batasan . Mazhab ini mendukung
penalaran analogis dan mempertahankan kriteria yang ketat mengenai Hadis
mana yang menjadi dasar Sunnah . Mazhab Hanafi juga mencakup
doktrin-doktrin seperti ekuitas untuk menghindari argumen tekstual
restriktif yang menolak keadilan . Urutan prioritas untuk menyimpulkan
hukum oleh mazhab Hanafi adalah: Quran, Sunnah, Ijma Sahabat, pendapat
individu Sahabat, Qiyas, Istihsan, dan Urf .
- Syafi'i:
Mazhab ini adalah yang kedua paling lazim berdasarkan populasi . Mazhab
Syafi'i bersifat tradisionalis, dengan fokus pada ketentuan tekstual
Al-Quran dan Sunnah; Syafi'i membatasi penalaran analogis independen .
Mazhab ini mendukung pandangan yang luas mengenai Hadis mana yang dapat
menjadi Sunnah . Mazhab Syafi'i menolak doktrin-doktrin seperti ekuitas
dan sebaliknya mempertahankan kepatuhan yang ketat terhadap masalah
tekstual . Urutan prioritas untuk menyimpulkan hukum oleh mazhab Syafi'i
adalah: Quran, Sunnah, Ijma, pendapat individu Sahabat, dan Qiyas .
- Maliki:
Mazhab ini adalah yang ketiga paling lazim berdasarkan populasi . Mazhab
Maliki berfokus pada tradisi masyarakat Madinah yang hidup selama atau
segera setelah kehidupan dan pemerintahan Nabi Muhammad . Mazhab ini
menekankan refleksi komunal terhadap Sunnah, lebih menyukai posisi
berbasis luas untuk kebaikan kolektif . Mazhab Maliki mencakup ketentuan
tekstual serta konsep-konsep seperti maslahah (untuk kepentingan
publik) . Urutan prioritas untuk menyimpulkan hukum oleh mazhab Maliki
adalah: Quran, Sunnah (Hadis akan ditolak jika bertentangan dengan praktik
masyarakat Madinah), ʻAmal (praktik masyarakat Madinah), Ijma
Sahabat, pendapat individu Sahabat, Qiyas, adat dan praktik terpencil
masyarakat Madinah, Istislah, dan Urf .
- Hambali:
Mazhab ini adalah yang keempat paling lazim berdasarkan populasi; Hambali
diikuti di negara-negara Teluk . Mazhab ini mempertahankan pendekatan yang
paling literal terhadap Al-Quran, dengan kriteria yang ketat mengenai
Hadis mana yang menjadi Sunnah; kepatuhannya pada literalism juga
memungkinkan segala sesuatu yang tidak secara eksplisit dilarang . Mazhab
Hambali membatasi doktrin hukum yang memungkinkan penyimpangan tekstual,
termasuk penalaran berdasarkan analogi . Urutan prioritas untuk
menyimpulkan hukum oleh mazhab Hambali adalah: Quran, Sunnah, Ijma, dan
Qiyas (hanya jika dianggap perlu) .
Mazhab Syiah
Mazhab Syiah utama adalah Ja'fari, Ismaili, dan Zaidi .
- Ja'fari:
Ini adalah mazhab hukum utama bagi Syiah Itsna Asyariah . Mazhab ini
mencakup konsep Imamah: dua belas keturunan Nabi Muhammad membimbing
komunitas orang beriman; keturunan atau Imam yang diakui ini dianggap
tidak mungkin berbuat salah (mereka tidak melakukan dosa) . Mazhab ini
menegaskan tidak hanya tradisi Nabi Muhammad tetapi juga tradisi para Imam
. Mazhab Ja'fari mewajibkan konsep "Taqleed" di mana orang
beriman yang tidak memiliki keahlian mengikuti instruksi para ulama ahli .
Mazhab ini lebih menyukai konsep 'aql (secara harfiah berarti
intelek, tetapi berarti penalaran dengan logika) daripada doktrin Sunni
tentang qiyas; para ulama mengambil posisi pada suatu masalah dengan
menggunakan intelek atau logika untuk menyimpulkan hukum . Urutan
prioritas untuk menyimpulkan hukum oleh mazhab Ja'fari adalah: Quran,
Sunnah, dan Ijtihad Imam .
- Ismaili:
Mazhab ini menerima hanya tujuh Imam dan dikenal sebagai
"Seveners" . Mereka menekankan interpretasi esoteris (ta'wil)
dari teks-teks agama dan mengakui otoritas Imam yang hidup dalam
membimbing masalah hukum dan spiritual .
- Zaidi:
Para pengikut mazhab ini percaya bahwa Imam harus didasarkan pada
pemilihan, sehingga suksesi dalam mazhab ini adalah melalui pemilihan .
Mereka percaya Imam berada di atas segalanya dan menganggapnya sebagai
"pembimbing yang benar" . Mazhab ini lebih dekat dengan
yurisprudensi Sunni dalam metodologi dibandingkan dengan mazhab Syiah
lainnya dan menekankan peran ijtihad serta menolak konsep taqlid
(mengikuti secara buta) .
Sistem Hukum Civil Law: Fondasi dan Fitur
Sistem hukum civil law adalah sistem hukum yang
didasarkan pada kodifikasi hukum dalam undang-undang dan peraturan
perundang-undangan. Sistem ini dicirikan oleh peran sentral undang-undang yang
dibuat oleh badan legislatif sebagai sumber utama hukum. Sistem civil law
umumnya memiliki sistem peradilan inkuisitorial di mana hakim memiliki peran
aktif dalam mengumpulkan bukti dan mengarahkan proses persidangan, berbeda
dengan sistem common law yang lebih bersifat adversarial.
Sejarah dan Perkembangan
Sistem hukum civil law memiliki akar sejarah yang
kuat dalam hukum Romawi, khususnya Corpus Juris Civilis yang
dikodifikasikan di bawah Kaisar Justinian pada abad ke-6 Masehi. Setelah
runtuhnya Kekaisaran Romawi Barat, prinsip-prinsip hukum Romawi terus bertahan
dan mempengaruhi perkembangan hukum di Eropa kontinental. Pada Abad
Pertengahan, hukum Romawi mengalami kebangkitan melalui studi di
universitas-universitas, yang kemudian dikenal sebagai tradisi hukum sipil.
Pada abad ke-19, terjadi gelombang kodifikasi hukum di banyak negara Eropa,
yang menghasilkan kode-kode hukum komprehensif yang mencakup berbagai bidang
hukum, seperti Kode Napoleon di Prancis dan Bürgerliches Gesetzbuch (BGB) di
Jerman. Kode-kode ini menjadi model bagi sistem hukum di banyak negara di
seluruh dunia, termasuk di Amerika Latin, sebagian besar Asia, dan sebagian
Afrika.
Karakteristik Utama
Karakteristik utama sistem hukum civil law adalah
penekanan pada hukum tertulis (undang-undang dan kode) sebagai sumber hukum
utama. Keputusan pengadilan memiliki peran yang lebih kecil dalam membentuk
hukum dibandingkan dengan sistem common law, meskipun yurisprudensi
(kumpulan putusan pengadilan) tetap penting untuk menafsirkan dan menerapkan
undang-undang. Sistem civil law juga cenderung memiliki struktur hukum
yang lebih hierarkis, dengan undang-undang dari badan legislatif yang memiliki
otoritas tertinggi.
Sistem Hukum Common Law: Evolusi dan Prinsip
Sistem hukum common law adalah sistem hukum yang
berasal dari Inggris dan didasarkan pada preseden hukum, yaitu prinsip-prinsip
hukum yang dikembangkan oleh pengadilan melalui putusan-putusan mereka. Sistem
ini dicirikan oleh peran penting hakim dalam membuat hukum melalui interpretasi
kasus-kasus dan penerapan preseden.
Sejarah dan Perkembangan
Sistem common law berkembang di Inggris sejak
penaklukan Norman pada tahun 1066. Raja-raja Norman mendirikan
pengadilan-pengadilan kerajaan yang berusaha untuk menciptakan sistem hukum
yang seragam di seluruh negeri. Para hakim kerajaan berkeliling dan memutuskan
kasus-kasus berdasarkan adat istiadat dan praktik-praktik yang berlaku. Seiring
waktu, putusan-putusan hakim ini dicatat dan digunakan sebagai preseden untuk
kasus-kasus serupa di masa depan. Konsep preseden hukum, yang dikenal sebagai stare
decisis (bahasa Latin yang berarti "berdiri pada hal-hal yang telah
diputuskan"), menjadi prinsip fundamental dalam sistem common law.
Sistem common law kemudian menyebar ke banyak negara yang pernah menjadi
koloni Inggris, termasuk Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Selandia Baru.
Karakteristik Utama
Karakteristik utama sistem hukum common law adalah
penekanan pada preseden hukum sebagai sumber hukum utama. Hakim memiliki peran
yang sangat penting dalam menafsirkan dan menerapkan hukum melalui
putusan-putusan mereka. Meskipun undang-undang yang dibuat oleh badan
legislatif juga merupakan sumber hukum penting dalam sistem common law,
undang-undang ini sering kali ditafsirkan dan diterapkan oleh pengadilan
berdasarkan preseden hukum yang ada. Sistem common law juga cenderung
memiliki sistem peradilan yang lebih bersifat adversarial, di mana para pihak
yang bersengketa mengajukan kasus mereka di hadapan hakim atau juri.
Perbandingan dan Kontras Sistem Hukum Islam dengan Sistem
Hukum Civil Law dan Common Law
Sistem hukum Islam, civil law, dan common law
merupakan tiga sistem hukum utama yang berlaku di dunia saat ini. Meskipun
masing-masing sistem memiliki karakteristik unik, terdapat juga beberapa
persamaan dan perbedaan penting di antara ketiganya.
Sumber Hukum
- Hukum
Islam: Sumber utama hukum Islam adalah Al-Quran dan Sunnah, yang
dianggap sebagai wahyu ilahi. Sumber sekunder meliputi Ijma (konsensus
ulama) dan Qiyas (analogi) . Interpretasi sumber-sumber ini dilakukan oleh
para ulama melalui proses yang dikenal sebagai Fiqh .
- Civil
Law: Sumber utama hukum dalam sistem civil law adalah
undang-undang dan kode yang dikodifikasikan oleh badan legislatif [No
direct snippet, inferred from description]. Meskipun preseden hukum
(yurisprudensi) penting, terutama dalam menafsirkan undang-undang, ia
tidak memiliki kekuatan mengikat yang sama seperti dalam sistem common
law.
- Common
Law: Sumber utama hukum dalam sistem common law adalah preseden
hukum yang dibuat oleh pengadilan melalui putusan-putusan mereka (case
law) [No direct snippet, inferred from description]. Doktrin stare
decisis mengharuskan pengadilan untuk mengikuti preseden yang telah
ditetapkan dalam kasus-kasus sebelumnya yang serupa. Undang-undang yang
dibuat oleh badan legislatif juga merupakan sumber hukum, tetapi sering
kali ditafsirkan dalam konteks preseden hukum yang ada.
Metodologi
- Hukum
Islam: Metodologi dalam hukum Islam melibatkan interpretasi teks-teks
suci (Al-Quran dan Sunnah) menggunakan prinsip-prinsip yurisprudensi (Usul
Fiqh) . Para ulama menggunakan penalaran analogis (Qiyas) dan konsensus
(Ijma) untuk menyelesaikan masalah-masalah hukum baru yang tidak secara
eksplisit diatur dalam sumber-sumber utama . Adanya berbagai mazhab
menunjukkan adanya keragaman dalam interpretasi dan aplikasi hukum Islam .
- Civil
Law: Metodologi dalam sistem civil law berfokus pada
interpretasi dan penerapan undang-undang yang dikodifikasikan. Hakim
cenderung mengandalkan teks undang-undang sebagai panduan utama mereka
dalam memutuskan kasus. Meskipun yurisprudensi dipertimbangkan,
penekanannya lebih pada penerapan hukum yang tertulis.
- Common
Law: Metodologi dalam sistem common law sangat bergantung pada
prinsip stare decisis. Hakim menganalisis kasus-kasus sebelumnya
untuk mengidentifikasi preseden yang relevan dan menerapkannya pada kasus
yang sedang mereka hadapi. Penalaran analogis juga penting dalam
memperluas atau membedakan preseden.
Peran Hakim
- Hukum
Islam: Dalam sistem hukum Islam tradisional, seorang hakim (Qadi)
memiliki peran penting dalam menerapkan Syariah berdasarkan
interpretasinya dan pandangan para ulama . Hakim diharapkan memiliki
pengetahuan yang mendalam tentang sumber-sumber hukum Islam dan prinsip-prinsip
yurisprudensi.
- Civil
Law: Dalam sistem civil law, hakim umumnya dipandang sebagai
penerap hukum yang tertulis. Peran mereka lebih bersifat inkuisitorial, di
mana mereka dapat mengambil peran aktif dalam mengumpulkan bukti. Namun,
keputusan mereka terutama didasarkan pada undang-undang yang berlaku.
- Common
Law: Dalam sistem common law, hakim memiliki peran yang lebih
aktif dalam membentuk hukum melalui putusan-putusan mereka. Mereka tidak
hanya menerapkan hukum, tetapi juga menafsirkan dan mengembangkan
prinsip-prinsip hukum melalui preseden. Kekuatan preseden mengikat
hakim-hakim di pengadilan yang lebih rendah untuk mengikuti
putusan-putusan pengadilan yang lebih tinggi.
Persamaan dan Perbedaan Utama
Persamaan utama antara ketiga sistem hukum ini adalah tujuan
mereka untuk mengatur perilaku masyarakat dan mencapai keadilan. Namun,
perbedaan mendasar terletak pada sumber hukum utama dan metodologi yang
digunakan. Hukum Islam didasarkan pada wahyu ilahi dan interpretasi keagamaan, civil
law pada kodifikasi undang-undang, dan common law pada preseden
hukum. Peran hakim juga bervariasi di antara ketiga sistem ini.
Kesimpulan
Sistem hukum Islam, civil law, dan common law
adalah tiga tradisi hukum yang berbeda dengan sejarah, sumber, dan metodologi
yang unik. Hukum Islam didasarkan pada wahyu ilahi dan interpretasi keagamaan, civil
law pada kodifikasi undang-undang, dan common law pada preseden
hukum. Meskipun demikian, ketiganya berupaya untuk mencapai keadilan dan
mengatur perilaku masyarakat. Memahami perbedaan dan persamaan antara
sistem-sistem ini sangat penting dalam konteks global yang semakin saling
terhubung. Keragaman mazhab dalam hukum Islam menunjukkan fleksibilitas dan
kemampuan adaptasi sistem ini terhadap berbagai konteks sosial dan budaya.
Sementara itu, sistem civil law menawarkan kepastian melalui kodifikasi,
dan sistem common law memberikan fleksibilitas melalui pengembangan
hukum oleh pengadilan. Perbandingan ini menyoroti kekayaan dan kompleksitas
lanskap hukum global.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar