Senin, 24 Maret 2025

Hierarki Peraturan Perundang-undangan Indonesia

 1. Pendahuluan

Dalam setiap sistem hukum yang maju, konsep hierarki peraturan perundang-undangan memegang peranan fundamental. Hierarki ini berfungsi untuk menciptakan tatanan yang jelas, memberikan kepastian hukum, dan menegakkan prinsip negara hukum. Melalui penetapan tingkatan otoritas dan kedudukan yang berbeda bagi berbagai jenis norma hukum, hierarki ini memastikan bahwa sistem hukum beroperasi secara koheren dan dapat diprediksi.

Dengan adanya struktur hierarkis, potensi konflik antar berbagai peraturan dapat diminimalisir, dan prinsip bahwa hukum yang lebih tinggi memiliki kedudukan yang lebih kuat dapat diimplementasikan secara efektif. Laporan ini bertujuan untuk menyajikan analisis komprehensif mengenai hierarki peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, mencakup struktur, komponen utama, prinsip-prinsip yang mendasarinya, serta proses pembentukannya.

2. UUD 1945 Sebagai Landasan Utama

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menempati posisi puncak dalam hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia. Sebagai staatsfundamentalnorm atau norma fundamental negara, UUD 1945 merupakan hukum dasar tertinggi yang menjadi landasan dan sumber legitimasi bagi seluruh peraturan perundang-undangan lainnya dalam sistem hukum Indonesia. Tidak ada satupun peraturan atau undang-undang yang boleh bertentangan dengan ketentuan yang termaktub dalam UUD 1945.  

Sejarah pembentukan UUD 1945 diawali dengan pendirian negara Pancasila pada tanggal 1 Juni 1945, dan perumusannya dimulai pada tanggal 10 Juli 1945 oleh Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). UUD 1945 kemudian disahkan secara resmi oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia. Dalam perjalanannya, UUD 1945 telah mengalami beberapa kali perubahan atau amandemen setelah era reformasi, yaitu pada tahun 1999 hingga 2002. Struktur UUD 1945 saat ini terdiri dari Pembukaan dan pasal-pasal, di mana bagian Penjelasan yang sebelumnya terpisah kini telah terintegrasi ke dalam batang tubuh. Pasal-pasal dalam UUD 1945 mencakup garis besar mengenai identitas negara, hak dan kewajiban warga negara, lembaga-lembaga tinggi negara, hak asasi manusia, serta aspek sosial dan ekonomi.  

Kedudukan UUD 1945 sebagai hukum tertinggi mencerminkan prinsip konstitusionalisme, di mana konstitusi menetapkan batasan dan kerangka kerja bagi seluruh tindakan pemerintah dan norma hukum . Dengan menempatkan UUD 1945 sebagai hukum tertinggi, Indonesia mengadopsi sistem di mana kekuasaan negara dibatasi dan diatur oleh dokumen hukum fundamental ini. Hal ini mencegah tindakan kesewenang-wenangan dan melindungi hak-hak dasar warga negara.

Amandemen yang telah dilakukan terhadap UUD 1945 menunjukkan sifat dinamis konstitusi dan kemampuannya untuk beradaptasi dengan perubahan sosial dan perkembangan pemahaman hukum. Proses amandemen ini mengindikasikan adanya pengakuan bahwa bahkan hukum tertinggi pun perlu diperbarui agar tetap relevan dan efektif dalam masyarakat yang terus berubah.  

3. Hierarki Peraturan Perundang-Undangan

Hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia diatur secara eksplisit dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan beserta perubahannya melalui Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022. Undang-undang ini menjadi dasar hukum utama dalam menentukan jenis dan tata urutan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan ketentuan tersebut, hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia adalah sebagai berikut:  

  • Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
  • Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
  • Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)
  • Peraturan Pemerintah (PP)
  • Peraturan Presiden (Perpres)
  • Peraturan Daerah Provinsi (Perda Provinsi)
  • Peraturan Daerah Kabupaten/Kota (Perda Kab/Kota)  

Hierarki ini mencerminkan pendekatan top-down, di mana legitimasi dan otoritas setiap peraturan di tingkat bawahnya bersumber dari peraturan di tingkat yang lebih tinggi, yang pada akhirnya bermuara pada UUD 1945 . Struktur ini memastikan bahwa sistem hukum tetap koheren dan peraturan di tingkat lokal atau yang lebih spesifik tetap selaras dengan undang-undang nasional dan konstitusi. Hal ini mencegah fragmentasi hukum dan menjamin kerangka hukum yang terunifikasi. Selain jenis peraturan yang disebutkan dalam hierarki utama, terdapat pula jenis peraturan lain yang ditetapkan oleh berbagai lembaga negara seperti MPR, DPR, DPD, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Bank Indonesia, Menteri, serta badan, lembaga, atau komisi setingkat yang dibentuk berdasarkan undang-undang atau perintah undang-undang. Keberadaan dan kekuatan hukum mengikat dari peraturan-peraturan ini diakui sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan yang sah.  

Keberadaan peraturan daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam hierarki ini mengakui prinsip desentralisasi dan otonomi yang diberikan kepada pemerintah daerah dalam struktur negara kesatuan Republik Indonesia . Dengan dimasukkannya peraturan daerah, sistem hukum mengakui kebutuhan dan kondisi spesifik dari berbagai daerah serta memberikan kewenangan kepada mereka untuk membuat peraturan yang sesuai dengan keadaan masing-masing, tentu saja dalam kerangka yang ditetapkan oleh undang-undang nasional.  

Tabel berikut merangkum hierarki Peraturan Perundang-Undangan berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011:

Tingkat

Jenis Peraturan Perundang-Undangan

Lembaga Penerbit

Ruang Lingkup Kewenangan

1

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) (awalnya)

Hukum tertinggi Republik Indonesia, landasan bagi seluruh peraturan lainnya.

2

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

Ketetapan atau resolusi dari lembaga permusyawaratan tertinggi.

3

Undang-Undang (UU)

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan persetujuan Presiden

Mengatur berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan amanat konstitusi.

3

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)

Presiden (dalam keadaan kegentingan yang memaksa)

Setara dengan Undang-Undang, memerlukan persetujuan DPR pada sidang berikutnya.

4

Peraturan Pemerintah (PP)

Presiden

Melaksanakan Undang-Undang sebagaimana mestinya.

5

Peraturan Presiden (Perpres)

Presiden

Menjalankan kekuasaan eksekutif dan melaksanakan undang-undang serta peraturan pemerintah.

6

Peraturan Daerah Provinsi (Perda Provinsi)

DPRD Provinsi dengan persetujuan Gubernur

Mengatur urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat di tingkat provinsi.

7

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota (Perda Kabupaten/Kota)

DPRD Kabupaten/Kota dengan persetujuan Bupati/Walikota

Mengatur urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat di tingkat kabupaten/kota.

4. Memahami Ragam Peraturan Perundang-Undangan

4.1. Undang-Undang (UU) dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)

Undang-Undang (UU) merupakan peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan persetujuan bersama Presiden . Proses pembentukan UU melibatkan tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan pengundangan . Biasanya, rancangan undang-undang (RUU) dapat berasal dari DPR atau Presiden, dan dalam beberapa kasus, RUU dari DPR dapat pula berasal dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Proses legislasi yang demokratis ini melibatkan pembahasan mendalam antara DPR dan pemerintah untuk mencapai kesepakatan atas materi yang akan diatur dalam undang-undang.  

Di sisi lain, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Kondisi "kegentingan yang memaksa" menjadi syarat utama bagi Presiden untuk mengeluarkan Perppu tanpa memerlukan persetujuan DPR terlebih dahulu. Meskipun demikian, Perppu memiliki kedudukan yang setara dengan Undang-Undang dalam hierarki peraturan perundang-undangan.

Setelah ditetapkan, Perppu harus diajukan ke DPR dalam persidangan berikutnya untuk mendapatkan persetujuan. Jika DPR menyetujui, Perppu tersebut akan menjadi Undang-Undang. Namun, jika DPR menolak, Perppu tersebut harus dicabut. Keberadaan UU dan Perppu pada tingkat hierarki yang sama mencerminkan keseimbangan antara proses legislasi yang demokratis dan kebutuhan akan tindakan eksekutif yang cepat dalam situasi krisis  Meskipun UU adalah cara standar dalam pembentukan hukum, Perppu memungkinkan cabang eksekutif untuk merespons dengan cepat keadaan darurat, namun tetap dengan pengawasan demokratis melalui keharusan persetujuan DPR.  

4.2. Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres)

Peraturan Pemerintah (PP) merupakan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Fungsi utama PP adalah untuk memberikan pengaturan lebih lanjut dan rincian teknis terhadap ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang agar dapat diimplementasikan secara efektif . Materi muatan PP haruslah sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang yang menjadi dasarnya. PP berperan sebagai instrumen administratifrechtelijk, yang berarti tidak boleh mengatur atau menciptakan kaidah ketatanegaraan baru di luar yang telah diatur dalam Undang-Undang .  

Sementara itu, Peraturan Presiden (Perpres) adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan. Perpres dapat mengatur berbagai hal yang berkaitan dengan pelaksanaan tanggung jawab presiden, pengesahan atau perubahan peraturan, serta keputusan presiden terkait tugasnya. Beberapa sumber menunjukkan bahwa dalam praktik perundang-undangan, terkadang terdapat kerancuan dalam materi muatan antara Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden, terutama terkait dengan pendelegasian kewenangan. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya parameter yang selalu jelas untuk membedakan materi muatan yang seharusnya diatur oleh PP dan Perpres. Meskipun demikian, Perpres tetap merupakan instrumen penting bagi Presiden dalam menjalankan fungsi pemerintahan dan melaksanakan ketentuan peraturan yang lebih tinggi.  

4.3. Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Peraturan Daerah (Perda) Provinsi dan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten/Kota memiliki peran krusial dalam konteks otonomi daerah dan desentralisasi di Indonesia . Perda merupakan peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi atau Kabupaten/Kota bersama dengan Kepala Daerah (Gubernur atau Bupati/Walikota) untuk mengatur urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat di tingkat daerah masing-masing. Kewenangan pembentukan Perda ini merupakan salah satu wujud dari otonomi daerah yang diberikan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.  

Fungsi utama Perda adalah sebagai instrumen kebijakan untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan, serta sebagai peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Selain itu, Perda juga berfungsi sebagai penampung kekhususan dan keragaman daerah serta penyalur aspirasi masyarakat daerah, dengan tetap berada dalam koridor Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

Dalam pembentukannya, Perda harus memperhatikan kondisi khusus daerah, termasuk hukum adat yang masih berlaku dalam masyarakat setempat . Meskipun memiliki peran penting dalam mengatur urusan lokal, Perda tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi . Pemerintah pusat juga memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap Perda, termasuk kemungkinan pembatalan jika bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi atau kepentingan nasional.  

5. Prinsip Lex Superior Derogat Legi Inferiori

Prinsip lex superior derogat legi inferiori merupakan asas hukum fundamental yang menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya mengesampingkan atau mengalahkan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tingkatannya . Asas ini menjadi landasan utama dalam menjaga koherensi dan keabsahan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia. Penerapannya memastikan bahwa setiap peraturan di tingkat yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan di tingkat yang lebih tinggi. Sebagai contoh, sebuah Peraturan Daerah tidak boleh memuat ketentuan yang bertentangan dengan Undang-Undang atau bahkan Undang-Undang Dasar 1945. Jika terjadi pertentangan, maka peraturan yang lebih rendah tersebut dianggap tidak berlaku atau harus disesuaikan dengan peraturan yang lebih tinggi.  

Selain asas lex superior, terdapat pula asas-asas hukum lain yang relevan dalam penyelesaian konflik norma, terutama antara peraturan yang berada pada tingkat hierarki yang sama. Asas lex specialis derogat legi generali menyatakan bahwa peraturan yang lebih khusus mengatur suatu hal tertentu mengesampingkan peraturan yang lebih umum . Sementara itu, asas lex posterior derogat legi priori menyatakan bahwa peraturan yang lebih baru mengesampingkan peraturan yang lebih lama, sepanjang keduanya mengatur materi yang sama dan berada pada tingkat hierarki yang sama atau lebih tinggi .

Prinsip lex superior menjadi fondasi bagi integritas sistem hukum Indonesia, memastikan adanya tatanan yang jelas dan menghindari ketidakpastian hukum akibat adanya peraturan yang saling bertentangan pada tingkatan yang berbeda. Meskipun demikian, penerapan asas ini terkadang memerlukan interpretasi hukum yang cermat, terutama dalam kasus-kasus yang kompleks atau ketika terjadi perdebatan mengenai tingkat hierarki atau ruang lingkup pengaturan antar peraturan.  

6. Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Proses pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia diatur secara rinci dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan beserta perubahannya. Proses ini melibatkan beberapa tahapan yang sistematis dan partisipasi dari berbagai lembaga negara, terutama di tingkat nasional yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Presiden, dan kementerian terkait . Untuk peraturan daerah, prosesnya melibatkan DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota dan Gubernur/Bupati/Walikota .  

Secara umum, tahapan pembentukan Undang-Undang meliputi:

  1. Perencanaan: Tahap awal ini melibatkan identifikasi kebutuhan akan suatu undang-undang baru dan memasukkannya ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) .  
  2. Penyusunan: Rancangan Undang-Undang (RUU) kemudian disusun oleh lembaga yang berwenang, yaitu DPR atau Presiden. Proses ini seringkali melibatkan penyusunan naskah akademik yang menjadi landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis dari RUU tersebut.  
  3. Pembahasan: RUU yang telah disusun kemudian dibahas secara bersama antara DPR dan Presiden (atau menteri yang ditunjuk). Tahap ini melibatkan berbagai tingkatan pembicaraan dan dapat melibatkan komisi-komisi di DPR .  
  4. Pengesahan/Persetujuan: Setelah mencapai kesepakatan dalam pembahasan, RUU disahkan oleh DPR dan disetujui bersama oleh Presiden.  
  5. Pengundangan: Undang-Undang yang telah disahkan kemudian diundangkan oleh Sekretariat Negara dan diumumkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia agar dapat diketahui oleh masyarakat luas dan memiliki kekuatan hukum yang mengikat.  

Proses pembentukan peraturan perundang-undangan lainnya seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah memiliki tahapan yang serupa, namun dengan melibatkan lembaga dan prosedur yang lebih spesifik sesuai dengan jenis peraturan tersebut. Keterlibatan berbagai cabang pemerintahan dalam proses pembentukan hukum mencerminkan prinsip pemisahan kekuasaan dan mekanisme saling mengawasi dan menyeimbangkan. Selain itu, persyaratan adanya naskah akademik untuk RUU menunjukkan adanya penekanan pada pembuatan kebijakan yang berbasis pada penelitian dan analisis yang mendalam mengenai potensi dampak dan dasar hukum dari legislasi baru.  

7. Kesimpulan

Konsep hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia merupakan pilar penting dalam sistem hukum nasional. UUD 1945 sebagai hukum dasar tertinggi menjadi landasan bagi seluruh peraturan di bawahnya. Hierarki yang diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011 mencakup Ketetapan MPR, UU/Perppu, PP, Perpres, Perda Provinsi, dan Perda Kabupaten/Kota. Struktur hierarkis ini memastikan adanya tatanan yang jelas dan mencegah terjadinya pertentangan antar peraturan pada tingkatan yang berbeda. Prinsip lex superior derogat legi inferiori menjadi kunci dalam menjaga integritas hierarki ini, di mana peraturan yang lebih tinggi selalu memiliki kedudukan yang lebih kuat dari peraturan yang lebih rendah. Proses pembentukan peraturan perundang-undangan melibatkan berbagai tahapan dan partisipasi dari lembaga-lembaga negara, baik di tingkat nasional maupun daerah, yang mencerminkan prinsip-prinsip demokrasi dan negara hukum. Pemahaman yang mendalam mengenai hierarki ini sangat penting bagi para profesional hukum, pejabat pemerintah, dan seluruh warga negara untuk dapat memahami dan mematuhi sistem hukum Indonesia secara efektif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan

1. Pendahuluan: Konteks dan Urgensi Pemahaman Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Hukum ketenagakerjaan memegang peranan sentral sebagai salah s...