1. Pendahuluan
Dalam setiap sistem hukum yang maju, konsep hierarki
peraturan perundang-undangan memegang peranan fundamental. Hierarki ini
berfungsi untuk menciptakan tatanan yang jelas, memberikan kepastian hukum, dan
menegakkan prinsip negara hukum. Melalui penetapan tingkatan otoritas dan
kedudukan yang berbeda bagi berbagai jenis norma hukum, hierarki ini memastikan
bahwa sistem hukum beroperasi secara koheren dan dapat diprediksi.
Dengan adanya struktur hierarkis, potensi konflik antar
berbagai peraturan dapat diminimalisir, dan prinsip bahwa hukum yang lebih
tinggi memiliki kedudukan yang lebih kuat dapat diimplementasikan secara
efektif. Laporan ini bertujuan untuk menyajikan analisis komprehensif mengenai
hierarki peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, mencakup
struktur, komponen utama, prinsip-prinsip yang mendasarinya, serta proses
pembentukannya.
2. UUD 1945 Sebagai Landasan Utama
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(UUD 1945) menempati posisi puncak dalam hierarki peraturan perundang-undangan
di Indonesia. Sebagai staatsfundamentalnorm atau norma fundamental
negara, UUD 1945 merupakan hukum dasar tertinggi yang menjadi landasan dan
sumber legitimasi bagi seluruh peraturan perundang-undangan lainnya dalam
sistem hukum Indonesia. Tidak ada satupun peraturan atau undang-undang yang
boleh bertentangan dengan ketentuan yang termaktub dalam UUD 1945.
Sejarah pembentukan UUD 1945 diawali dengan pendirian negara
Pancasila pada tanggal 1 Juni 1945, dan perumusannya dimulai pada tanggal 10
Juli 1945 oleh Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI). UUD 1945 kemudian disahkan secara resmi oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945 sebagai konstitusi
negara Indonesia. Dalam perjalanannya, UUD 1945 telah mengalami beberapa kali
perubahan atau amandemen setelah era reformasi, yaitu pada tahun 1999 hingga
2002. Struktur UUD 1945 saat ini terdiri dari Pembukaan dan pasal-pasal, di
mana bagian Penjelasan yang sebelumnya terpisah kini telah terintegrasi ke
dalam batang tubuh. Pasal-pasal dalam UUD 1945 mencakup garis besar mengenai
identitas negara, hak dan kewajiban warga negara, lembaga-lembaga tinggi
negara, hak asasi manusia, serta aspek sosial dan ekonomi.
Kedudukan UUD 1945 sebagai hukum tertinggi mencerminkan
prinsip konstitusionalisme, di mana konstitusi menetapkan batasan dan kerangka
kerja bagi seluruh tindakan pemerintah dan norma hukum . Dengan menempatkan UUD
1945 sebagai hukum tertinggi, Indonesia mengadopsi sistem di mana kekuasaan
negara dibatasi dan diatur oleh dokumen hukum fundamental ini. Hal ini mencegah
tindakan kesewenang-wenangan dan melindungi hak-hak dasar warga negara.
Amandemen yang telah dilakukan terhadap UUD 1945 menunjukkan
sifat dinamis konstitusi dan kemampuannya untuk beradaptasi dengan perubahan
sosial dan perkembangan pemahaman hukum. Proses amandemen ini mengindikasikan
adanya pengakuan bahwa bahkan hukum tertinggi pun perlu diperbarui agar tetap
relevan dan efektif dalam masyarakat yang terus berubah.
3. Hierarki Peraturan Perundang-Undangan
Hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia diatur
secara eksplisit dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan beserta perubahannya melalui Undang-Undang Nomor
15 Tahun 2019 dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022. Undang-undang ini menjadi
dasar hukum utama dalam menentukan jenis dan tata urutan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan ketentuan tersebut, hierarki
peraturan perundang-undangan di Indonesia adalah sebagai berikut:
- Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
- Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
- Undang-Undang/Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)
- Peraturan
Pemerintah (PP)
- Peraturan
Presiden (Perpres)
- Peraturan
Daerah Provinsi (Perda Provinsi)
- Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota (Perda Kab/Kota)
Hierarki ini mencerminkan pendekatan top-down, di
mana legitimasi dan otoritas setiap peraturan di tingkat bawahnya bersumber
dari peraturan di tingkat yang lebih tinggi, yang pada akhirnya bermuara pada
UUD 1945 . Struktur ini memastikan bahwa sistem hukum tetap koheren dan
peraturan di tingkat lokal atau yang lebih spesifik tetap selaras dengan
undang-undang nasional dan konstitusi. Hal ini mencegah fragmentasi hukum dan
menjamin kerangka hukum yang terunifikasi. Selain jenis peraturan yang
disebutkan dalam hierarki utama, terdapat pula jenis peraturan lain yang
ditetapkan oleh berbagai lembaga negara seperti MPR, DPR, DPD, Mahkamah Agung,
Mahkamah Konstitusi, Bank Indonesia, Menteri, serta badan, lembaga, atau komisi
setingkat yang dibentuk berdasarkan undang-undang atau perintah undang-undang.
Keberadaan dan kekuatan hukum mengikat dari peraturan-peraturan ini diakui
sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
atau dibentuk berdasarkan kewenangan yang sah.
Keberadaan peraturan daerah provinsi dan kabupaten/kota
dalam hierarki ini mengakui prinsip desentralisasi dan otonomi yang diberikan
kepada pemerintah daerah dalam struktur negara kesatuan Republik Indonesia .
Dengan dimasukkannya peraturan daerah, sistem hukum mengakui kebutuhan dan
kondisi spesifik dari berbagai daerah serta memberikan kewenangan kepada mereka
untuk membuat peraturan yang sesuai dengan keadaan masing-masing, tentu saja
dalam kerangka yang ditetapkan oleh undang-undang nasional.
Tabel berikut merangkum hierarki Peraturan
Perundang-Undangan berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011:
Tingkat |
Jenis Peraturan Perundang-Undangan |
Lembaga Penerbit |
Ruang Lingkup Kewenangan |
1 |
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 |
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) (awalnya) |
Hukum tertinggi Republik Indonesia, landasan bagi seluruh
peraturan lainnya. |
2 |
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) |
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) |
Ketetapan atau resolusi dari lembaga permusyawaratan
tertinggi. |
3 |
Undang-Undang (UU) |
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan persetujuan Presiden |
Mengatur berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara
sesuai dengan amanat konstitusi. |
3 |
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) |
Presiden (dalam keadaan kegentingan yang memaksa) |
Setara dengan Undang-Undang, memerlukan persetujuan DPR
pada sidang berikutnya. |
4 |
Peraturan Pemerintah (PP) |
Presiden |
Melaksanakan Undang-Undang sebagaimana mestinya. |
5 |
Peraturan Presiden (Perpres) |
Presiden |
Menjalankan kekuasaan eksekutif dan melaksanakan
undang-undang serta peraturan pemerintah. |
6 |
Peraturan Daerah Provinsi (Perda Provinsi) |
DPRD Provinsi dengan persetujuan Gubernur |
Mengatur urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat di
tingkat provinsi. |
7 |
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota (Perda Kabupaten/Kota) |
DPRD Kabupaten/Kota dengan persetujuan Bupati/Walikota |
Mengatur urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat di
tingkat kabupaten/kota. |
4. Memahami Ragam Peraturan Perundang-Undangan
4.1. Undang-Undang (UU) dan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perppu)
Undang-Undang (UU) merupakan peraturan perundang-undangan
yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan persetujuan bersama
Presiden . Proses pembentukan UU melibatkan tahapan perencanaan, penyusunan,
pembahasan, pengesahan, dan pengundangan . Biasanya, rancangan undang-undang
(RUU) dapat berasal dari DPR atau Presiden, dan dalam beberapa kasus, RUU dari
DPR dapat pula berasal dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Proses legislasi
yang demokratis ini melibatkan pembahasan mendalam antara DPR dan pemerintah
untuk mencapai kesepakatan atas materi yang akan diatur dalam undang-undang.
Di sisi lain, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(Perppu) adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden
dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Kondisi "kegentingan yang
memaksa" menjadi syarat utama bagi Presiden untuk mengeluarkan Perppu
tanpa memerlukan persetujuan DPR terlebih dahulu. Meskipun demikian, Perppu
memiliki kedudukan yang setara dengan Undang-Undang dalam hierarki peraturan
perundang-undangan.
Setelah ditetapkan, Perppu harus diajukan ke DPR dalam
persidangan berikutnya untuk mendapatkan persetujuan. Jika DPR menyetujui,
Perppu tersebut akan menjadi Undang-Undang. Namun, jika DPR menolak, Perppu
tersebut harus dicabut. Keberadaan UU dan Perppu pada tingkat hierarki yang
sama mencerminkan keseimbangan antara proses legislasi yang demokratis dan
kebutuhan akan tindakan eksekutif yang cepat dalam situasi krisis Meskipun UU adalah cara standar dalam
pembentukan hukum, Perppu memungkinkan cabang eksekutif untuk merespons dengan
cepat keadaan darurat, namun tetap dengan pengawasan demokratis melalui
keharusan persetujuan DPR.
4.2. Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden
(Perpres)
Peraturan Pemerintah (PP) merupakan peraturan
perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan
Undang-Undang sebagaimana mestinya. Fungsi utama PP adalah untuk memberikan
pengaturan lebih lanjut dan rincian teknis terhadap ketentuan-ketentuan yang
terdapat dalam Undang-Undang agar dapat diimplementasikan secara efektif .
Materi muatan PP haruslah sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan
Undang-Undang yang menjadi dasarnya. PP berperan sebagai instrumen administratifrechtelijk,
yang berarti tidak boleh mengatur atau menciptakan kaidah ketatanegaraan baru
di luar yang telah diatur dalam Undang-Undang .
Sementara itu, Peraturan Presiden (Perpres) adalah peraturan
perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan
kekuasaan pemerintahan. Perpres dapat mengatur berbagai hal yang berkaitan
dengan pelaksanaan tanggung jawab presiden, pengesahan atau perubahan
peraturan, serta keputusan presiden terkait tugasnya. Beberapa sumber
menunjukkan bahwa dalam praktik perundang-undangan, terkadang terdapat
kerancuan dalam materi muatan antara Peraturan Pemerintah dan Peraturan
Presiden, terutama terkait dengan pendelegasian kewenangan. Hal ini disebabkan
oleh tidak adanya parameter yang selalu jelas untuk membedakan materi muatan
yang seharusnya diatur oleh PP dan Perpres. Meskipun demikian, Perpres tetap
merupakan instrumen penting bagi Presiden dalam menjalankan fungsi pemerintahan
dan melaksanakan ketentuan peraturan yang lebih tinggi.
4.3. Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota
Peraturan Daerah (Perda) Provinsi dan Peraturan Daerah
(Perda) Kabupaten/Kota memiliki peran krusial dalam konteks otonomi daerah dan
desentralisasi di Indonesia . Perda merupakan peraturan perundang-undangan yang
dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi atau
Kabupaten/Kota bersama dengan Kepala Daerah (Gubernur atau Bupati/Walikota)
untuk mengatur urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat di tingkat daerah
masing-masing. Kewenangan pembentukan Perda ini merupakan salah satu wujud dari
otonomi daerah yang diberikan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri.
Fungsi utama Perda adalah sebagai instrumen kebijakan untuk
melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan, serta sebagai peraturan
pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Selain itu,
Perda juga berfungsi sebagai penampung kekhususan dan keragaman daerah serta
penyalur aspirasi masyarakat daerah, dengan tetap berada dalam koridor Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
Dalam pembentukannya, Perda harus memperhatikan kondisi
khusus daerah, termasuk hukum adat yang masih berlaku dalam masyarakat setempat
. Meskipun memiliki peran penting dalam mengatur urusan lokal, Perda tidak
boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi . Pemerintah pusat juga memiliki kewenangan untuk melakukan
pengawasan terhadap Perda, termasuk kemungkinan pembatalan jika bertentangan
dengan peraturan yang lebih tinggi atau kepentingan nasional.
5. Prinsip Lex Superior Derogat Legi Inferiori
Prinsip lex superior derogat legi inferiori merupakan
asas hukum fundamental yang menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi tingkatannya mengesampingkan atau mengalahkan peraturan
perundang-undangan yang lebih rendah tingkatannya . Asas ini menjadi landasan
utama dalam menjaga koherensi dan keabsahan hierarki peraturan
perundang-undangan di Indonesia. Penerapannya memastikan bahwa setiap peraturan
di tingkat yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan di
tingkat yang lebih tinggi. Sebagai contoh, sebuah Peraturan Daerah tidak boleh
memuat ketentuan yang bertentangan dengan Undang-Undang atau bahkan
Undang-Undang Dasar 1945. Jika terjadi pertentangan, maka peraturan yang lebih
rendah tersebut dianggap tidak berlaku atau harus disesuaikan dengan peraturan
yang lebih tinggi.
Selain asas lex superior, terdapat pula asas-asas
hukum lain yang relevan dalam penyelesaian konflik norma, terutama antara
peraturan yang berada pada tingkat hierarki yang sama. Asas lex specialis
derogat legi generali menyatakan bahwa peraturan yang lebih khusus mengatur
suatu hal tertentu mengesampingkan peraturan yang lebih umum . Sementara itu,
asas lex posterior derogat legi priori menyatakan bahwa peraturan yang
lebih baru mengesampingkan peraturan yang lebih lama, sepanjang keduanya
mengatur materi yang sama dan berada pada tingkat hierarki yang sama atau lebih
tinggi .
Prinsip lex superior menjadi fondasi bagi integritas
sistem hukum Indonesia, memastikan adanya tatanan yang jelas dan menghindari
ketidakpastian hukum akibat adanya peraturan yang saling bertentangan pada
tingkatan yang berbeda. Meskipun demikian, penerapan asas ini terkadang
memerlukan interpretasi hukum yang cermat, terutama dalam kasus-kasus yang
kompleks atau ketika terjadi perdebatan mengenai tingkat hierarki atau ruang
lingkup pengaturan antar peraturan.
6. Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
Proses pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia
diatur secara rinci dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan beserta perubahannya. Proses ini melibatkan
beberapa tahapan yang sistematis dan partisipasi dari berbagai lembaga negara,
terutama di tingkat nasional yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Presiden, dan
kementerian terkait . Untuk peraturan daerah, prosesnya melibatkan DPRD
Provinsi/Kabupaten/Kota dan Gubernur/Bupati/Walikota .
Secara umum, tahapan pembentukan Undang-Undang meliputi:
- Perencanaan:
Tahap awal ini melibatkan identifikasi kebutuhan akan suatu undang-undang
baru dan memasukkannya ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) .
- Penyusunan:
Rancangan Undang-Undang (RUU) kemudian disusun oleh lembaga yang
berwenang, yaitu DPR atau Presiden. Proses ini seringkali melibatkan
penyusunan naskah akademik yang menjadi landasan filosofis, sosiologis,
dan yuridis dari RUU tersebut.
- Pembahasan:
RUU yang telah disusun kemudian dibahas secara bersama antara DPR dan
Presiden (atau menteri yang ditunjuk). Tahap ini melibatkan berbagai
tingkatan pembicaraan dan dapat melibatkan komisi-komisi di DPR .
- Pengesahan/Persetujuan:
Setelah mencapai kesepakatan dalam pembahasan, RUU disahkan oleh DPR dan
disetujui bersama oleh Presiden.
- Pengundangan:
Undang-Undang yang telah disahkan kemudian diundangkan oleh Sekretariat
Negara dan diumumkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia agar dapat
diketahui oleh masyarakat luas dan memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Proses pembentukan peraturan perundang-undangan lainnya
seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah memiliki
tahapan yang serupa, namun dengan melibatkan lembaga dan prosedur yang lebih
spesifik sesuai dengan jenis peraturan tersebut. Keterlibatan berbagai cabang
pemerintahan dalam proses pembentukan hukum mencerminkan prinsip pemisahan
kekuasaan dan mekanisme saling mengawasi dan menyeimbangkan. Selain itu,
persyaratan adanya naskah akademik untuk RUU menunjukkan adanya penekanan pada
pembuatan kebijakan yang berbasis pada penelitian dan analisis yang mendalam
mengenai potensi dampak dan dasar hukum dari legislasi baru.
7. Kesimpulan
Konsep hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia
merupakan pilar penting dalam sistem hukum nasional. UUD 1945 sebagai hukum
dasar tertinggi menjadi landasan bagi seluruh peraturan di bawahnya. Hierarki
yang diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011 mencakup Ketetapan MPR, UU/Perppu, PP,
Perpres, Perda Provinsi, dan Perda Kabupaten/Kota. Struktur hierarkis ini
memastikan adanya tatanan yang jelas dan mencegah terjadinya pertentangan antar
peraturan pada tingkatan yang berbeda. Prinsip lex superior derogat legi
inferiori menjadi kunci dalam menjaga integritas hierarki ini, di mana
peraturan yang lebih tinggi selalu memiliki kedudukan yang lebih kuat dari
peraturan yang lebih rendah. Proses pembentukan peraturan perundang-undangan
melibatkan berbagai tahapan dan partisipasi dari lembaga-lembaga negara, baik
di tingkat nasional maupun daerah, yang mencerminkan prinsip-prinsip demokrasi
dan negara hukum. Pemahaman yang mendalam mengenai hierarki ini sangat penting
bagi para profesional hukum, pejabat pemerintah, dan seluruh warga negara untuk
dapat memahami dan mematuhi sistem hukum Indonesia secara efektif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar