Tahap perencanaan merupakan fondasi krusial dalam penelitian hukum yuridis normatif. Perencanaan yang matang akan mengarahkan seluruh proses penelitian secara sistematis dan logis menuju pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Tahapan ini meliputi identifikasi dan perumusan masalah, penetapan kerangka teoretis dan konseptual, serta pemilihan pendekatan penelitian yang tepat.
Identifikasi dan Perumusan
Masalah Hukum
Langkah awal dalam setiap
penelitian adalah mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang akan diteliti.
Dalam konteks penelitian hukum normatif, masalah hukum biasanya bersumber dari
kondisi norma hukum itu sendiri.
- Identifikasi Masalah:
Proses ini melibatkan pencarian dan penemuan isu hukum yang relevan dan
layak untuk diteliti. Titik berangkat identifikasi masalah seringkali
adalah adanya persoalan dalam sistem norma, seperti:
- Kekosongan Hukum (Rechtsvacuum):
Situasi di mana tidak ada aturan hukum yang jelas untuk mengatur suatu
peristiwa atau hubungan hukum tertentu.
- Kekaburan Norma (Obscuur Norm):
Adanya aturan hukum yang rumusannya tidak jelas, ambigu, atau
multitafsir, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum.
- Konflik Norma (Antinomy):
Terjadinya pertentangan antara satu aturan hukum dengan aturan hukum
lainnya, baik secara vertikal (antara peraturan yang lebih tinggi dan
rendah) maupun horizontal (antar peraturan sederajat).
- Latar Belakang Masalah dan Konsep Das
Sein vs Das Sollen: Setelah isu hukum
teridentifikasi, langkah selanjutnya adalah menyusun latar belakang
masalah. Bagian ini sangat penting untuk memberikan konteks dan
justifikasi mengapa penelitian perlu dilakukan. Latar belakang harus mampu
menggambarkan adanya kesenjangan antara das Sein (hukum dalam
kenyataan, apa yang terjadi atau diterapkan) dan das Sollen (hukum
yang seharusnya berlaku menurut norma, teori, atau cita-cita hukum).
Argumentasi mengenai pemilihan topik penelitian harus secara eksplisit
menunjukkan perbedaan atau ketidaksesuaian antara kedua ranah ini. Penting
untuk dipahami bahwa penyebutan das Sein dalam latar belakang
penelitian normatif tidak berarti penelitian tersebut menjadi empiris.
Deskripsi mengenai peristiwa konkret atau fenomena sosial (das Sein)
berfungsi sebagai pemicu masalah (trigger) dan konteks untuk
menyoroti relevansi pengkajian norma (das Sollen). Fokus analisis
tetap pada norma hukum, bukan pada pengujian fakta empiris di lapangan.
Latar belakang yang baik memuat uraian deskriptif dan eksploratif mengenai
gejala/fenomena praktis yang diteliti, argumentasi pemilihan topik
(kesenjangan das Sein dan das Sollen), situasi yang
melatarbelakangi masalah (diuraikan dari umum ke khusus lalu ke umum
lagi), serta tinjauan terhadap penelitian terdahulu yang relevan untuk
menunjukkan posisi penelitian saat ini.
- Perumusan Masalah:
Berdasarkan latar belakang yang telah disusun, masalah penelitian kemudian
dirumuskan secara eksplisit. Rumusan masalah adalah pernyataan yang
lengkap, jelas, dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan
diteliti. Rumusan masalah harus fokus, terukur, dan dapat dijawab melalui
analisis bahan hukum dengan menggunakan metode normatif. Biasanya
dirumuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian. Jumlah rumusan masalah akan
menentukan jumlah tujuan penelitian yang ingin dicapai.
- Judul Penelitian:
Judul penelitian harus dirumuskan secara singkat, jelas, dan akurat
mencerminkan isi, fokus, dan ruang lingkup penelitian normatif yang akan
dilakukan. Judul seringkali berangkat dari pertanyaan dasar mengenai suatu
peristiwa hukum (siapa pelakunya, apa tujuannya, mengapa terjadi,
bagaimana prosesnya). Berbagai contoh judul skripsi atau tesis hukum
normatif dapat ditemukan dalam repositori universitas atau jurnal ilmiah.
Penetapan Kerangka Teoretis
dan Konseptual
Setelah masalah dirumuskan,
peneliti perlu membangun landasan berpikir yang kokoh melalui kerangka teoretis
dan konseptual.
- Kerangka Teoretis:
Bagian ini melibatkan penyusunan landasan teori yang relevan dengan isu
hukum yang diteliti. Teori dapat berasal dari teori-teori hukum yang sudah
mapan, konsep-konsep hukum, asas-asas hukum, maupun pendapat para sarjana
(doktrin). Teori berfungsi untuk memberikan penjelasan, mengorganisasikan,
dan mensistematisasikan masalah yang dipelajari , serta menjadi dasar atau
"pisau analisis" dalam membedah permasalahan hukum. Pada tahap
proposal, kerangka teoretis ini seringkali masih bersifat tentatif atau
sementara. Dalam penelitian hukum normatif yang bersifat terapan (seperti
skripsi atau tesis), penting untuk memahami fungsi instrumental dari
teori. Teori tidak menjadi objek utama yang diteliti, melainkan digunakan
sebagai alat bantu untuk menganalisis dan mengevaluasi norma hukum atau
kasus yang menjadi fokus penelitian. Oleh karena itu, peneliti harus
cermat memilih teori yang paling relevan dan dapat diterapkan untuk
memecahkan masalah yang dirumuskan, bukan sekadar memaparkan berbagai
teori tanpa kaitan analisis yang jelas.
- Kerangka Konseptual:
Kerangka konseptual bertujuan untuk memberikan definisi operasional
terhadap istilah-istilah atau konsep-konsep kunci yang digunakan dalam
penelitian. Hal ini penting untuk menghindari ambiguitas, kesimpangsiuran
pengertian, dan memastikan konsistensi penggunaan istilah di seluruh
laporan penelitian. Definisi konseptual memberikan batasan yang jelas
mengenai makna variabel atau konsep utama yang diteliti.
Pemilihan Pendekatan
Penelitian
Pemilihan pendekatan merupakan
bagian penting dari strategi penelitian. Pendekatan akan menentukan cara
peneliti dalam mengumpulkan informasi dan menganalisis isu hukum dari berbagai
aspek. Dalam penelitian hukum normatif, terdapat beberapa pendekatan yang dapat
digunakan, baik secara tunggal maupun kombinasi, tergantung pada sifat dan
kompleksitas masalah yang diteliti.
- Pendekatan Perundang-undangan (Statute
Approach): Ini adalah pendekatan fundamental dalam
penelitian hukum normatif yang fokus pada aturan hukum tertulis.
Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi
yang relevan dengan isu hukum yang sedang dibahas. Tujuannya adalah untuk memahami
isi norma, mencari ratio legis (alasan pembentukan hukum), dasar
filosofis, yuridis, dan sosiologisnya, serta menganalisis potensi
harmonisasi dan sinkronisasi antar peraturan. Pendekatan ini hampir selalu
digunakan dalam penelitian normatif yang mengkaji hukum positif.
- Pendekatan Kasus (Case Approach):
Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah kasus-kasus atau putusan
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) yang
berkaitan dengan isu hukum yang diteliti. Fokus utamanya adalah pada ratio
decidendi atau pertimbangan hukum hakim dalam memutus perkara
tersebut. Pendekatan ini berbeda dengan studi kasus (case study)
yang menganalisis satu kasus secara mendalam dari berbagai sudut pandang
hukum.
- Pendekatan Historis (Historical
Approach): Pendekatan ini menelaah latar belakang
sejarah dan perkembangan pengaturan mengenai isu hukum yang dihadapi.
Tujuannya adalah untuk mengungkap filosofi, pola pikir, dan konteks
sosial-politik yang melahirkan suatu aturan atau konsep hukum, terutama
jika pemahaman historis tersebut masih relevan untuk masa kini.
- Pendekatan Komparatif (Comparative
Approach): Pendekatan ini dilakukan dengan
membandingkan sistem hukum, aturan hukum, atau putusan pengadilan antara
Indonesia dengan satu atau lebih negara lain, atau membandingkan aturan
dari waktu yang berbeda. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi persamaan
dan perbedaan, memahami berbagai alternatif pengaturan, serta menganalisis
konsistensi antara filosofi dan implementasi hukum di berbagai yurisdiksi.
- Pendekatan Konseptual (Conceptual
Approach): Pendekatan ini beranjak dari
pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum.
Dengan mempelajari konsep dan prinsip hukum yang relevan, peneliti dapat
membangun argumentasi hukum untuk memecahkan isu yang dihadapi.
- Pendekatan Lain:
Beberapa sumber juga menyebutkan pendekatan lain seperti pendekatan
analitis (analytical approach) dan pendekatan filsafat (philosophical
approach) , yang mungkin memiliki tumpang tindih dengan pendekatan
konseptual atau fokus pada aspek filosofis hukum. Ada pula penyebutan
pendekatan fakta (fact approach) yang dalam konteks normatif perlu
dipahami secara hati-hati, kemungkinan merujuk pada analisis fakta hukum
dalam putusan (terkait pendekatan kasus) atau penggunaan fakta sebagai
pemicu masalah (das Sein), bukan analisis fakta empiris. Pendekatan
frasa (phrase approach) fokus pada interpretasi istilah hukum
spesifik.
Pemilihan pendekatan tidak
bersifat kaku; seringkali peneliti perlu mengkombinasikan beberapa pendekatan
untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif terhadap masalah hukum yang
kompleks. Misalnya, pendekatan perundang-undangan dapat dikombinasikan dengan
pendekatan kasus untuk melihat bagaimana norma diterapkan dalam putusan, atau
dengan pendekatan konseptual untuk memperdalam analisis makna norma tersebut.
Fleksibilitas dalam memilih dan menggabungkan pendekatan yang relevan menjadi
kunci strategi penelitian yang efektif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar