Setelah perencanaan penelitian tersusun matang, langkah selanjutnya adalah pengumpulan bahan hukum. Tahap ini merupakan inti dari pelaksanaan penelitian hukum yuridis normatif sebagai penelitian kepustakaan. Kualitas dan kelengkapan bahan hukum yang dikumpulkan akan sangat menentukan kedalaman dan validitas analisis yang dihasilkan.
Identifikasi Sumber Bahan
Hukum
Sumber data utama dalam
penelitian hukum normatif adalah bahan hukum itu sendiri, yang diperoleh
melalui studi kepustakaan atau dokumen. Bahan hukum ini secara umum
diklasifikasikan menjadi tiga kategori berdasarkan sifat dan kekuatan
mengikatnya :
- Bahan Hukum Primer:
Merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya memiliki otoritas
dan kekuatan mengikat secara hukum. Bahan hukum primer menjadi rujukan
utama dalam analisis hukum positif. Contoh bahan hukum primer meliputi:
- Peraturan Perundang-undangan:
Mencakup seluruh hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia,
mulai dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD
1945), Ketetapan MPR, Undang-Undang (UU) atau Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perpu), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan
Presiden (Perpres), hingga Peraturan Daerah (Perda Provinsi dan
Kabupaten/Kota), serta peraturan pelaksana lainnya. Pancasila juga sering
disebut sebagai sumber hukum primer.
- Putusan Pengadilan/Yurisprudensi:
Putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, terutama putusan
Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK), yang dapat menjadi
sumber hukum penting, khususnya dalam sistem hukum Indonesia yang juga
mengakui yurisprudensi.
- Perjanjian Internasional:
Traktat, konvensi, atau perjanjian internasional lain yang telah
diratifikasi dan menjadi bagian dari hukum nasional.
- Hukum Tidak Tertulis/Adat (dalam konteks
tertentu): Meskipun fokus utama normatif adalah
hukum tertulis, penelitian terhadap asas-asas hukum atau hukum adat yang
diakui konstitusi terkadang juga dikategorikan dalam penelitian normatif,
walau pengumpulan datanya bisa beririsan dengan metode empiris jika melalui
observasi.
- Bahan Hukum Sekunder:
Merupakan bahan yang memberikan penjelasan, interpretasi, atau analisis
terhadap bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder sangat penting untuk
memperdalam pemahaman dan analisis. Contohnya meliputi:
- Literatur Hukum:
Buku-buku teks (textbooks), monografi hukum.
- Publikasi Ilmiah:
Jurnal hukum, artikel ilmiah, hasil penelitian hukum sebelumnya (skripsi,
tesis, disertasi), makalah seminar/simposium.
- Pendapat Para Sarjana (Doktrin):
Pandangan atau analisis dari para ahli hukum terkemuka.
- Dokumen Penunjang Peraturan:
Rancangan Undang-Undang (RUU), naskah akademik, risalah rapat pembahasan
UU.
- Komentar atas Putusan:
Analisis atau anotasi terhadap putusan pengadilan.
- Bahan Hukum Tersier:
Berfungsi memberikan petunjuk atau penjelasan lebih lanjut terhadap bahan
hukum primer dan sekunder. Bahan ini biasanya tidak dikutip sebagai sumber
otoritatif utama, tetapi sangat membantu dalam penelusuran dan pemahaman
awal. Contohnya:
- Kamus Hukum dan Kamus Bahasa Umum.
- Ensiklopedia Hukum.
- Bibliografi dan Indeks Artikel/Majalah
Hukum.
- Sumber Informasi Umum:
Internet, media massa, artikel non-ilmiah (digunakan sebagai petunjuk
awal atau konteks, bukan sumber hukum utama).
Perkembangan teknologi
informasi telah membawa perubahan signifikan dalam cara pengumpulan bahan
hukum. Sumber daya online seperti Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum
Nasional (JDIHN) dan Direktori Putusan Mahkamah Agung RI menyediakan akses yang
luas dan cepat terhadap bahan hukum primer (peraturan dan putusan). Demikian
pula, repositori universitas dan portal jurnal online menjadi sumber penting
untuk bahan hukum sekunder. Kemudahan akses ini menuntut peneliti hukum modern
untuk memiliki literasi informasi hukum digital yang baik, termasuk kemampuan
merumuskan strategi pencarian yang efektif, memfilter informasi yang relevan
dari volume data yang besar, dan melakukan verifikasi terhadap status serta
keabsahan dokumen hukum yang ditemukan secara online.
Teknik Pengumpulan dan
Pengelolaan Bahan Hukum
Pengumpulan bahan hukum dalam
penelitian normatif dilakukan melalui metode utama studi kepustakaan (library
research) atau studi dokumen (documentary study). Proses ini
melibatkan serangkaian kegiatan aktif seperti membaca, menelaah secara kritis,
mencatat informasi relevan, mengutip dengan benar, dan membuat ulasan atau
ringkasan dari bahan-bahan pustaka yang ditemukan.
- Teknik Penelusuran:
Untuk menemukan bahan hukum yang relevan secara efisien, peneliti dapat
menggunakan beberapa teknik penelusuran:
- Metode Sistematis (Systematic Method):
Penelusuran dilakukan secara terstruktur berdasarkan klasifikasi atau
kategori tertentu (misalnya, menelusuri semua UU terkait topik tertentu
berdasarkan tahun terbit atau subjek).
- Metode Bola Salju (Snowball Method):
Dimulai dari satu atau beberapa sumber kunci (misalnya, satu UU atau
putusan penting), kemudian menelusuri sumber-sumber lain yang dirujuk
atau terkait dengan sumber awal tersebut, dan seterusnya, seperti bola
salju yang menggelinding.
- Gabungan Keduanya:
Seringkali kombinasi metode sistematis dan bola salju menjadi pendekatan
yang paling efektif. Penelusuran dapat dilakukan baik di perpustakaan
fisik maupun melalui sumber daya online seperti database hukum (JDIHN,
Direktori Putusan) dan mesin pencari internet.
- Pengelolaan Bahan Hukum:
Setelah bahan hukum terkumpul, pengelolaan yang baik menjadi sangat
penting. Proses ini bukan sekadar pekerjaan administratif, melainkan
langkah pra-analisis yang krusial yang akan mempengaruhi kualitas dan
koherensi analisis selanjutnya. Pengelolaan yang sistematis meliputi:
- Inventarisasi:
Membuat daftar atau catatan lengkap semua bahan hukum relevan yang
berhasil ditemukan dan dikumpulkan.
- Identifikasi:
Memeriksa keaslian, validitas, dan status keberlakuan setiap bahan hukum.
Misalnya, memastikan apakah suatu UU masih berlaku, sudah diubah, atau
dicabut; memastikan putusan sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
- Klasifikasi:
Mengelompokkan bahan hukum berdasarkan jenisnya (primer, sekunder,
tersier) dan/atau berdasarkan topik atau sub-topik permasalahan yang
dibahas dalam penelitian. Pengelompokan ini membantu menstrukturkan
pemikiran.
- Sistematisasi:
Menyusun bahan hukum yang telah diklasifikasikan secara logis dan
sistematis sesuai dengan kerangka penelitian atau alur argumentasi yang
akan dibangun. Sistematisasi yang baik akan memudahkan identifikasi
hubungan antar norma, potensi konflik, atau perkembangan doktrin,
sehingga menjadi dasar yang kuat untuk analisis mendalam.
- Pencatatan:
Selama proses membaca dan menelaah, penting untuk membuat catatan yang
sistematis. Ini bisa dilakukan menggunakan kartu data, aplikasi manajemen
referensi digital, atau metode lain yang memungkinkan peneliti untuk
dengan mudah mengorganisir kutipan, ide, dan referensi untuk digunakan
dalam penulisan dan analisis.
- Klarifikasi Mengenai "Data
Penunjang": Beberapa literatur menyebutkan
kemungkinan penggunaan "data penunjang" seperti wawancara
mendalam dengan narasumber kunci (misalnya, ahli hukum, praktisi) dalam
penelitian normatif. Namun, perlu ditegaskan bahwa dalam konteks
penelitian hukum normatif murni, data primer dari lapangan seperti
wawancara tidak boleh menjadi sumber analisis utama. Jika analisis utama
bergantung pada data lapangan, maka penelitian tersebut lebih tepat
dikategorikan sebagai penelitian empiris atau penelitian normatif-empiris
(penelitian terapan). Dalam penelitian normatif murni, wawancara (jika
memang dilakukan) hanya berfungsi sebagai klarifikasi, konfirmasi,
atau konteks tambahan terhadap bahan hukum sekunder (misalnya,
mengklarifikasi maksud suatu doktrin langsung kepada ahlinya), dan tidak
dianalisis secara independen sebagai data primer. Kehati-hatian dalam
memposisikan data semacam ini sangat penting untuk menjaga kemurnian metodologi
normatif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar